GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA
Trending

Sidang Kasus Pelecehan Santri di Tenggarong Dimulai 1 Desember, Tujuh Korban Siap Bersaksi

DIKSI.CO, KUKAR — Kasus pelecehan seksual yang terjadi di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, segera memasuki babak baru.

Setelah melalui proses penyelidikan dan penahanan pelaku, perkara yang menimpa tujuh santri itu dijadwalkan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong pada Senin, 1 Desember 2025.

Persidangan perdana ini disebut sebagai momentum penting bagi para korban, keluarga, serta pendamping hukum yang selama ini mengikuti proses dari tahap awal.

Biro Hukum Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Kalimantan Timur, Sudirman, memastikan seluruh korban telah disiapkan untuk memberikan kesaksian langsung di hadapan majelis hakim.

“Kita ingin proses persidangan nanti dapat berjalan dengan lancar dan adil,” kata Sudirman.

Dalam agenda sidang pertama, majelis hakim akan menggali keterangan awal dari para korban.

Hal ini menjadi tahap krusial untuk memotret kembali konstruksi kejadian, memastikan setiap unsur pidana terpenuhi, serta memberi ruang bagi para korban untuk menyampaikan pengalaman mereka secara terbuka.

Menurut Sudirman, seluruh santri korban telah mendapatkan pendampingan intensif dari tim psikolog.

Langkah ini dilakukan agar kondisi mental para korban tetap stabil menjelang sidang.

Ia menyebutkan bahwa sebagian korban kini sudah dipindahkan ke pesantren lain, sesuai dengan permintaan keluarga.

Langkah pemindahan itu dilakukan demi keamanan, pemulihan psikologis, serta menghindarkan mereka dari lingkungan yang dapat memicu trauma.

“Beberapa korban juga telah dipindahkan ke pesantren lain yang sesuai dengan keinginan mereka dan orang tua mereka,” ujarnya.

Pemindahan itu tidak hanya dimaksudkan menghilangkan tekanan psikologis, tetapi juga memastikan hak pendidikan mereka tetap terpenuhi tanpa gangguan.

Sementara itu, pelaku yang merupakan pengajar di pesantren tersebut sudah resmi ditahan di lembaga pemasyarakatan setempat.

Penahanan dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang cukup, baik dari laporan korban, pemeriksaan saksi, maupun alat bukti lainnya.

Sudirman menegaskan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah cepat kepolisian dalam menangani kasus ini.

Menurutnya, respons cepat aparat menjadi faktor penting dalam melindungi korban dan menyegerakan proses hukum berjalan ke persidangan.

“Pelaku juga telah ditahan di lapas dan akan menghadapi proses persidangan ini,” ucap Sudirman.

Kasus ini sempat diwarnai isu intimidasi kepada para korban dan keluarga. Namun, menurut laporan tim kuasa hukum yang mendampingi, tekanan tersebut telah berhenti setelah dilakukan beberapa kali pertemuan antara pihak keluarga, pendamping, dan pihak-pihak terkait.

Meski intimidasi tidak lagi muncul, para pendamping hukum mengaku tetap waspada. Mereka berharap proses persidangan dapat berlangsung tanpa intervensi atau tekanan dari siapa pun, mengingat posisi korban yang masih sangat rentan secara psikologis.

“Kami harap dalam kasus ini para korban mendapatkan keadilan dan pelaku bisa dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” harapnya.

Para korban, seluruhnya santri berusia remaja, dilaporkan dalam kondisi yang lebih baik setelah mendapat perhatian khusus dari psikolog pemerintah melalui UPTD PPA Kukar.

Pendampingan dilakukan secara personal dan berkelanjutan, mencakup terapi trauma, konseling keluarga, serta pemulihan rasa aman.

Menurut Sudirman, pemulihan korban memerlukan waktu panjang karena kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan berbasis agama membawa dampak psikologis yang kompleks.

Selain rasa takut dan trauma, para korban harus menghadapi stigma sosial, tekanan lingkungan, hingga tantangan dalam membangun kembali kepercayaan diri.

“Kami terus melakukan pendampingan personal agar mereka siap menghadapi persidangan dan masa depan mereka tidak terhambat,” katanya.

Kasus ini terungkap setelah tujuh santri melaporkan tindakan pelecehan yang dilakukan oleh pengajar di pesantren tersebut.

Laporan itu diterima oleh pihak kepolisian, lalu ditindaklanjuti melalui penyelidikan lengkap.

Hasilnya, pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan segera ditahan.

Seiring proses hukum berjalan, para pendamping memastikan para korban berada dalam situasi aman, terlindungi, dan mendapat akses rehabilitasi.

Sidang yang akan dimulai pada 1 Desember ini tidak hanya menjadi proses hukum formal, tetapi juga simbol penting bagi pemulihan para korban.

Pendamping berharap majelis hakim dapat memberikan putusan terbaik berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.

Lebih dari itu, kasus ini diharapkan menjadi alarm bagi seluruh lembaga pendidikan, terutama pesantren dan sekolah berbasis asrama, untuk memperketat pengawasan dan memastikan lingkungan pendidikan yang aman bagi seluruh santri. (*)

Back to top button