Militer Indonesia Tempati Peringkat 13 Dunia Versi Global Firepower 2025, Ungguli Jerman hingga Israel

DIKSI.CO – Militer Indonesia tempati peringkat 13 dunia versi Global Firepower (GFP) 2025.
Global Firepower diketahui merupakan Lembaga pemeringkat kekuatan militer dunia.
Lembaga tersebut kembali merilis daftar tahunan negara dengan kekuatan militer terbesar pada 2025.
Dalam laporan terbarunya, GFP menempatkan Amerika Serikat sebagai negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia, sementara Indonesia berada di posisi ke-13, naik dan bertahan di jajaran elite kekuatan militer global.
Pencapaian Indonesia ini menempatkannya di atas sejumlah negara besar lainnya, seperti Jerman, Israel, dan Iran, yang meskipun masih berada di 20 besar, tercatat memiliki skor PowerIndex lebih tinggi (semakin kecil angka PowerIndex semakin kuat posisi militernya).
GFP menilai kekuatan militer berdasarkan lebih dari 60 indikator, mulai dari jumlah unit militer, kesiapan tempur, kondisi ekonomi, hingga kapasitas logistik dan geografi suatu negara.
Skor PowerIndex Indonesia Lebih Baik dari Negara-negara Besar
Dalam laporan 2025, Indonesia mengantongi skor PowerIndex 0,2557, yang menandakan posisi militer yang cukup kuat dan stabil.
Sebagai perbandingan, Jerman mencatat skor 0,2601, Israel berada di angka 0,2661, sementara Iran memiliki skor 0,3058.
Selisih skor ini membuat Indonesia berada satu tingkat lebih kuat dibandingkan tiga negara tersebut menurut model penilaian GFP.
Meski kemampuan teknologi pertahanan Indonesia belum setinggi Jerman atau Israel, faktor ukuran dan kapasitas sumber daya manusia menjadi nilai tambah signifikan dalam metodologi GFP.
Jumlah Personel TNI Salah Satu yang Terbesar di Dunia
Salah satu faktor utama yang menopang peringkat Indonesia adalah jumlah personel militernya yang sangat besar.
GFP mencatat Indonesia memiliki total sekitar 1.050.000 personel militer, termasuk personel aktif, cadangan, dan pasukan paramiliter.
Rinciannya, sekitar 400.000 personel aktif, 400.000 personel cadangan, serta 250.000 personel paramiliter.
Angka ini jauh lebih besar dibandingkan banyak negara Eropa, termasuk Jerman, yang hanya memiliki 215.600 personel, dengan 181.600 aktif dan 34.000 cadangan.
Israel secara keseluruhan memang memiliki 670.000 personel, namun jumlah personel aktifnya hanya 170.000, lebih kecil dibandingkan Indonesia.
Kekuatan pasukan cadangan Israel yang besar banyak dipengaruhi oleh sistem wajib militernya, berbeda dengan Indonesia yang lebih mengandalkan personel profesional.
Kekuatan Alutsista Darat, Laut, dan Udara
Selain jumlah personel, GFP juga menilai kuantitas dan keberagaman alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Indonesia tercatat memiliki 459 unit pesawat, mulai dari jet tempur, helikopter, hingga pesawat angkut dan patroli maritim.
Dalam hal ini, Jerman dan Israel unggul.
Jerman memiliki 584 unit pesawat, sementara Israel lebih tinggi lagi dengan 611 unit, didorong oleh armada jet tempur modern seperti F-35 dan F-16 yang dimilikinya.
Namun, Indonesia menonjol pada sektor darat. Negeri ini memiliki lebih dari 20 ribu kendaraan lapis baja, jauh lebih tinggi dibandingkan Israel yang memiliki lebih dari 35 ribu, tetapi masih jauh di bawah Jerman yang tercatat memiliki lebih dari 83 ribu unit kendaraan lapis baja.
Perbedaan mencolok juga terlihat pada kekuatan laut. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki 331 kapal, termasuk kapal patroli, kapal cepat, kapal angkut, dan sejumlah kapal perang utama.
Jumlah tersebut membuat Indonesia jauh melampaui Jerman yang hanya memiliki 61 aset laut, serta Israel dengan 62 unit kapal.
Kekuatan laut Indonesia dianggap sebagai salah satu elemen strategis karena posisi geografisnya yang berada di jalur perdagangan internasional dan memiliki wilayah perairan sangat luas.
Metodologi GFP Dinilai Fokus pada Kekuatan Konvensional
Meskipun peringkat Indonesia terbilang tinggi, sejumlah analis pertahanan mengingatkan bahwa metodologi GFP lebih menilai kekuatan militer secara kuantitatif, bukan kualitas tempur atau kemampuan strategis modern.
GFP tidak memasukkan senjata nuklir, kecanggihan sistem pertahanan udara mutakhir, kecerdasan buatan, hingga kualitas teknologi perang siber ke dalam penilaian utama.
Akibatnya, negara-negara dengan populasi besar dan total unit militer sangat banyak—meski teknologinya tidak setinggi negara maju—sering berada dalam posisi lebih baik.
Inilah alasan mengapa Indonesia bisa menempati peringkat lebih tinggi dibandingkan Jerman atau Israel, yang secara teknologi pertahanan jauh lebih modern.
Para analis juga menekankan bahwa peringkat GFP tidak menggambarkan kemampuan tempur sesungguhnya jika terjadi konflik modern.
Faktor-faktor seperti pelatihan pasukan, interoperabilitas, kualitas radar, alutsista generasi terbaru, hingga kecanggihan logistik saat perang tidak ditekankan sedalam lembaga penilai kekuatan militer lainnya.
Indonesia Dipandang Punya Potensi Besar
Meski demikian, masuknya Indonesia dalam 15 besar dunia tetap dianggap sebagai pencapaian yang menunjukkan potensi kekuatan militer nasional.
Dengan populasi besar, wilayah luas, dan kebutuhan akan pertahanan maritim yang kuat, Indonesia dinilai memiliki fondasi untuk terus memperkuat militernya di masa depan.
Tantangannya kini terletak pada modernisasi alutsista, peningkatan teknologi pertahanan, dan penguatan industri dalam negeri agar dapat mengimbangi kebutuhan militer di kawasan.
Dengan posisi ke-13 dunia, Indonesia memperlihatkan bahwa kekuatan militernya bukan hanya relevan secara regional, tetapi juga mulai diperhitungkan di tingkat global. (*)