"Padahal kita ketahui bersama, bahwa pada saat kejadian 5 November 2020, itu tidak hanya ada kepolisian saja disitu. Ada masyarakat umum disitu. Seharusnya, saksi itu diisi oleh masyarakat umum, kalau memang terjadinya sebuah tangkap tangan," ungkapnya.
Disebutkannya, bahwa dari dua alat bukti Termohon yang dijadikan acuan Hakim Tunggal di dalam persidangan, adalah berkas Laporan Polisi hingga berkas dari keterangan saksi di berita acara pemeriksaan (BAP). Yang notabenenya seluruh keterangan diisi oleh anggota polisi.
"Kenapa tidak dari masyarakat umum. Kalau seperti ini kan sangat rentan tidak objektif dan tidak netral gitu loh," jelasnya.
Dia mencontohkan apa saja hal yang diduga tidak objektif dari dua alat bukti tersebut.
"Bisa saja kalau ini anggapan polisi saja yang melihat senjata tajam yang terjatuh dari tubuh Firman. Sementara saat itu banyak orang. Apakah sama sekali tidak ada yang melihat. Seharusnya logika pertimbangan Hakim Tunggal sampai disitu," kesalnya.
"Jadi Hakim hanya melihat dari bukti-bukti surat dari kepolisian. Ya jelaslah, karena yang membuat bukti surat itu ya dari pihak termohon. Kalau kita bisa bikin suratnya, ya kita juga bikin suratnya 'kan begitu. Makanya tidak adil, kalau acuan hanya sebatas surat-surat saja," sambungnya.
Dengan rasa kecewa, Bernard mengaku tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi sidang pokok perkara yang akan digelar dalam waktu dekat.
"Jadi tim akan rembuk dulu nanti ini dan kita paparkan ulang isi dari BAP itu. Dari situ kita akan memperkuat dari saksi-saksi yang bisa memperkuat. Untuk membantah keterangan saksi dari kepolisian itu sendiri," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)