Aliran dana yang pertama sebesar Rp10 miliar. Terdakwa diketahui membuat seolah-olah dana itu sebagai pinjaman PT MGRM ke PT Petro T&C. Uang itu ditransfer ke rekening perusahaan pribadinya pada Desember 2019. Kemudian aliran dana kedua, yakni sebesar Rp40 miliar. Uang itu dikirim secara bertahap di tahun 2020.
"Dan semua itu dicatat sama saksi. Kemudian yang berwenang untuk mencairkan anggaran PT MGRM itu ada saksi sebagai manager keuangan, bernama Cahyo Yusuf dialah yang menyetujui atas persetujuan ataupun perintah dari terdakwa Iwan Ratman," bebernya.
Iwan Ratman mengaku, bahwa uang Rp40 miliar itu merupakan pembayaran pembelian saham pembangunan tangki timbun dan terminal BBM di Samboja. Hal itu turut diakuinya didalam persidangan.
"Terdakwa telah mengakui, bahwa itu sebagai pembelian saham. Tadi kami tunjukkan juga bukti-bukti laporan keuangannya," terangnya.
Lebih rinci dijelaskan Rofiq, bahwa anggaran PT MGRM berasal dari deviden atau bagi hasil dari PT Pertamina Hulu Mahakam (PT PHM). Tercatat bahwa PT PHM telah menyetorkan dana sebesar Rp192 miliar.
Singkatnya, dana ratusan miliar ini kemudian diberikan ke pemegang saham dan Pemkab Kukar serta Pemprov Kaltim. Hasil dari pembagian ini PT MGRM mendapatkan Rp70 miliar yang dikirimkan ke rekening PT MGRM. Selain itu, PT MGRM juga tercatat telah mendapatkan deviden lagi sekitar Rp37 miliar.
"Jadi saksi ini hanya sebatas mencatat laporan keuangan PT MGRM baik masuk dan yang keluar. Kemudian dilaporan keuangan saksi juga melihat ada perpindahan uang ke PT Petro T&C Internasional," ucapnya.
"Saksi juga mengaku melihat berita di media online bahwa terdakwa Iwan Ratman di 2020 masih tercatat sebagai direktur di PT Petro T&C Internasional," imbuhnya.
Pria yang menjabat sebagai Kasi Penuntut Umun Kejati Kaltim ini juga menyampaikan, persidangan seharusnya memeriksa keterangan dari tiga saksi.