Peredaran Rokok Ilegal Meningkat di Pasar Domestik, Menteri Keuangan Siapkan Tarif Cukai Khusus Mulai Desember 2025

DIKSI.CO – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencana pemerintah untuk memberlakukan tarif cukai khusus bagi produsen rokok ilegal di dalam negeri mulai Desember 2025.
Kebijakan ini ditujukan agar para produsen yang selama ini beroperasi di luar sistem resmi bersedia melegalkan usahanya dengan bergabung ke dalam Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Menurut Purbaya, kebijakan ini muncul sebagai respons atas meningkatnya peredaran rokok ilegal di pasar domestik, yang terbukti mematikan industri rokok legal dan mengurangi penerimaan negara dari cukai.
Ia menilai, pendekatan dengan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara signifikan selama ini belum efektif menekan konsumsi rokok, malah justru mendorong tumbuhnya pasar gelap.
“Mereka bilang orang Indonesia harus berhenti merokok, dibuatlah kebijakan kenaikan tarif ke level yang tinggi sekali. Tapi kenyataannya masyarakat tetap merokok. Akibatnya, barang-barang gelap masuk, dari China, dari Vietnam,” ujar Purbaya dalam rapat kerja bersama Komite IV DPD RI di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Ia menjelaskan, pemerintah tengah menyiapkan tarif cukai khusus yang lebih rendah sebagai insentif bagi produsen rokok ilegal yang bersedia masuk ke sistem legal.
Melalui kebijakan ini, produsen diharapkan akan beroperasi di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), yang merupakan area industri tembakau resmi di bawah pengawasan pemerintah.
“Jadi kita rapikan pasarnya, kita tutup pasar kita dari barang-barang ilegal. Untuk produsen dalam negeri yang masih ilegal, kita ajak masuk ke sistem yang lebih legal ke KIHT dengan tarif tertentu. Sedang kita buat dan kita galakkan. Harusnya Desember sudah jalan,” kata Purbaya.
Ia menegaskan, langkah ini juga merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk menertibkan industri hasil tembakau tanpa harus mengorbankan aspek ekonomi dan tenaga kerja.
Industri rokok di Indonesia dikenal sebagai industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga sektor distribusi dan eceran.
Kebijakan tarif cukai khusus ini disebut Purbaya sebagai pelengkap dari keputusan pemerintah untuk menahan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2026.
Langkah tersebut diambil agar industri rokok dalam negeri dapat kembali bernafas setelah beberapa tahun terakhir mengalami tekanan akibat kebijakan kenaikan cukai berturut-turut.
“Tujuannya supaya industri rokok dalam negeri, yang merupakan bagian dari industri padat karya, tidak lagi mati seperti selama ini. Sementara angka prevalensi merokok pun tidak mengalami perubahan signifikan,” ujarnya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi industri tembakau.
Purbaya menyebut, setelah seluruh produsen ilegal diberi kesempatan untuk legalisasi, pemerintah akan menindak tegas setiap pelaku usaha yang masih memproduksi atau mengedarkan rokok ilegal.
“Nanti kalau sudah itu jalan, pemain-pemain yang tadinya gelap kalau masih gelap, kita sikat. Tidak ada kompromi di situ,” tegasnya.
Pemerintah mengakui bahwa peredaran rokok ilegal selama ini tidak hanya berasal dari produksi dalam negeri, tetapi juga dari barang selundupan luar negeri, terutama dari China dan Vietnam.
Harga jualnya yang jauh lebih murah dibandingkan rokok legal membuat produk-produk ini dengan cepat menyebar di pasar, terutama di wilayah pedesaan dan kota kecil.
Di sisi lain, data menunjukkan bahwa tingkat konsumsi rokok di Indonesia masih sangat tinggi, terutama di kalangan remaja dan usia produktif.
Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019 yang dikutip oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi perokok anak sekolah usia 13–15 tahun meningkat dari 18,3% pada 2016 menjadi 19,2% pada 2019.
Sementara itu, Survei Konsumsi Individu (SKI) 2023 mencatat kelompok usia 15–19 tahun sebagai kelompok perokok terbanyak, yakni 56,5%, diikuti kelompok usia 10–14 tahun sebesar 18,4%.
Selain itu, 73% laki-laki dewasa tercatat sebagai perokok aktif, dan 7,4% anak usia 10–18 tahun juga diketahui merokok.
Tren penggunaan rokok elektronik (vape) pun meningkat pesat di kalangan remaja.
Meski pemerintah ingin menertibkan pasar rokok ilegal, Purbaya menekankan bahwa kebijakan ini tidak berarti mengendurkan upaya pengendalian konsumsi tembakau.
Pemerintah tetap berkomitmen menjaga aspek kesehatan publik, namun dengan pendekatan yang lebih realistis dan ekonomis.
Kementerian Keuangan menilai, menaikkan tarif cukai secara agresif tanpa pengawasan ketat hanya akan menciptakan ruang bagi pelaku ilegal untuk berkembang.
Karena itu, strategi baru ini diharapkan bisa menekan potensi kehilangan penerimaan negara, sekaligus mendorong pengawasan dan kepatuhan industri.
Langkah ini juga akan didukung dengan pengetatan pengawasan impor, baik melalui Bea Cukai maupun kerja sama lintas kementerian untuk memblokir masuknya produk rokok selundupan dari luar negeri.
Purbaya menegaskan, setelah kebijakan tarif cukai khusus berjalan, tidak akan ada toleransi bagi pihak yang tetap memilih beroperasi secara ilegal.
“Begitu kita buka kesempatan untuk legalisasi, tidak ada lagi alasan untuk bermain di pasar gelap. Kalau masih gelap, akan kita tindak dengan keras,” pungkasnya. (*)