GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA

Latar Belakang Gubernur Riau Abdul Wahid, Cleaning Service hingga Terjaring OTT KPK

DIKSI.CO – Kabar mengejutkan datang dari Provinsi Riau.

Lembaga antirasuah nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid. 

Menurut pengakuan resmi KPK, total 10 orang diamankan dalam operasi ini, yang disebut sebagai OTT keenam oleh KPK sepanjang tahun ini. 

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan saat ini penyidik lembaga antirasuah masih berada di lokasi operasi senyap itu.

Budi menyebut pihak yang diamankan merupakan penyelenggara negara, termasuk Gubernur Riau. 

“Benar ada kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan di wilayah Provinsi Riau. Saat ini ada sekitar sejumlah 10 orang yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Senin (3/11/2025)

Latar Belakang Abdul Wahid

Sosok Abdul Wahid sebelumnya dikenal sebagai pemimpin yang menjanjikan perubahan.

Lahir di Dusun Anak Peria, Kabupaten Indragiri Hilir, pada 21 November 1980, ia meniti karier dari keluarga petani sederhana.

Semasa kuliah di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (UIN Suska Riau), ia pernah bekerja sebagai cleaning service dan kuli bangunan untuk menghidupi diri sendiri. 

Kariernya meroket ketika ia menjadi anggota DPR RI pada 2019, lalu kembali terpilih dalam Pemilu 2024 sebagai peraih suara terbanyak di daerahnya. 

Pada 20 Februari 2025, ia dilantik sebagai Gubernur Riau periode 2025–2030 oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dampak dan Respons Publik

Penangkapan ini menjadi tamparan keras bagi masyarakat Riau yang menaruh harapan besar pada sosok yang dianggap lahir dari rakyat.

Banyak yang menilai ini sebagai ironi, dari figur kesederhanaan dan perjuangan menuju kursi tertinggi di provinsi, kini menghadapi tudingan korupsi.

Di media sosial, ungkapan harapan untuk memimpin negeri dengan amanah kini berbalik menjadi kekecewaan.

KPK menyatakan bahwa operasi ini adalah yang keenam sepanjang 2025.

Sebelumnya mereka telah melakukan OTT di berbagai daerah dan kementerian:

– Maret 2025: OTT anggota DPRD dan pejabat Dinas PUPR di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

– Juni 2025: OTT terkait suap proyek jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara.

– Agustus 2025: OTT di Jakarta, Kendari, Makassar untuk kasus pembangunan RSUD di Kolaka Timur. 

– Agustus 2025 (kedua): OTT terkait suap pengelolaan kawasan hutan.

– OTT pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan terkait sertifikasi K3. 

Penyidik KPK masih memiliki waktu 1 × 24 jam untuk menetapkan status hukum para pihak yang diamankan. 

Hingga saat ini KPK belum merinci duduk perkara serta substansi kasus secara terbuka — termasuk sektor apa, mekanisme penyalahgunaan wewenang, dan pihak-lain yang terlibat.

Bagi Pemprov Riau dan masyarakat setempat, kepercayaan publik harus segera dipulihkan.

Kasus ini menjadi momentum evaluasi tata kelola pemerintahan daerah di provinsi yang kaya sumber daya namun juga kerap dilanda persoalan korupsi.

Dari kisah inspiratif seorang “anak daerah” yang meraih puncak karier hingga jabatan gubernur, kini perjalanan Kepala Daerah tersebut terhenti dengan jebakan dugaan korupsi.

Bagi Riau, kasus ini bukan hanya soal satu individu, melainkan juga cermin bahwa upaya pemberantasan korupsi masih panjang dan tidak mengenal jabatan.

Integritas publik bukan hanya soal visi dan latar belakang, tetapi juga soal bagaimana amanah dijalankan setiap hari.

Dan saat jabatan berada dalam sorotan, publik menunggu jawaban — bukan hanya dari satu nama, tetapi dari sistem dan budaya yang mendasari. (*)

Back to top button