"Kami sudah berkonsultasi dengan difasilitasi via telepon, daring seperti zoom atau bagaimana baiknya. Tapi tetap tidak bisa. Jadi sebenarnya masih banyak cara, agar klien kami bisa berkomunikasi dengan kami. Tapi ini tidak ada solusinya, hanya dengan alasan protokol Kesehatan hak dari klien kami tidak diberikan," katanya.
"Kita harus ingat, satus Samarinda ini tidak PSBB, didaerah yang melaksanakan PSBB saja, itu masih bisa mempersilahkan Kuasa Hukum untuk bertemu dengan kliennya. Sehingga patut dipertanyakan terkait kewenangan yang telah diatur dari kepolisian ini," kuncinya.
Karena tidak dapat berkomunikasi ataupun bertemu dengan Firman. Selama ini pihaknya hanya dapat mengetahui kondisi kliennya tersebut melalui kabar rekan Firman.
"Kami hanya mendapatkan kabar dari Wisnu, yang berkomunikasi dengan temannya. Dan temannya ini, menyampaikan kepada kami apa yang dialaminya didalam sel tahanan. Sampai sebegitu susahnya kami dibuat seperti ini," ucapnya.
Kini Firman telah dipindahkan penahanannya ke Lapas Klas II A Samarinda. Sehingga Bernard pun sangat berharap, agar pihak Lapas dapat memfasilitasi pertemuan antara Firman dengan Kuasa Hukumnya, perihal konsultasi masalah hukumnya.
"Kami sudah minta ke pihak Lapas untuk dapat difasilitasi bertemu dengan klien kami ini. Kemudian meminta untuk difasilitasi Pemeriksaan kesehatan dan Fasilitas agar firman dapat mengikuti ujian akhir semester. Tiga surat ini sudah kami serahkan pula ke Lapas," ucapnya.
Sementara waktu ini, dirinya masih belum bisa bertemu dengan Firman yang tengah ditahan di Lapas Klas II A Samarinda. Dikarenakan Firman masih harus mengikuti proses karantina selama seminggu pasca pemindahannya dari Polresta Samarinda ke Lapas Klas II A Samarinda.
"Kami sangat berharap Rutan dapat memfasilitasi pertemuan kami dengan Firman. Entah nantinya dengan cara video call, atau via telepon. Dan kalaupun misalnya itu juga tidak ditanggapi, maka kami akan bersurat ke kemenkumham," tegasnya.
"Misalnya di waktu tujuh hari ini tidak cukup untuk menyusun eksepsi karena terjegal bertemu dengan Firman, kami minta penundaan persidangan. Sampai nantinya betul-betul bisa berkonsultasi ke Firman," tandasnya.
Sementara itu, terkait tudingan yang telah disampaikan oleh Kuasa Hukum Firman tersebut, media ini pun melakukan upaya konfirmasi ke Aparat Penegak Hukum yang ditujukan. Yakni Polresta Samarinda, JPU Melati dari Kejari Samarinda serta PN Samarinda.
Namun hingga Jumat (29/1/2021) sore, pihak dari Polresta Samarinda dan JPU Kejari Samarinda tidak dapat dikonfirmasi. Media ini bahkah telah berupaya menghubungi yang bersangkutan namun tak mendapatkan tanggapan.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Hakim PN Samarinda Abdul Rahman Karim menyampaikan tanggapan tudingan dari Kuasa Hukum Firman kepada media ini. Disebutkanya, untuk terkait penolakan terhadap menghadirkan terdakwa secara langsung didalam persidangan itu telah diatur disaat Pandemi COVID-19.
Hal itu berdasarkan Perma No. 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri harus dilakukan Secara Eltektronik mengingat situasi yang sedang tidak menguntungkan di saat pandemi COVID-19.
"Di dalam Perma No 4 tahun 2020, itu sudah diatur tentang tatacara persidangan. Mulai dari pendaftaran perkara dilakukan secara elektronik. Sehingga terdakwa dapat dihadirkan dari Rutan atau Lapas. Kuasa Hukumnya di kantornya dan Hakim di Ruang Sidang," jelasnya.
Lanjut pria yang akrab disapa Rahman itu mengatakan, bahwa sebenarnya terdakwa seharusnya hadir berdampingan dengan terdakwa. Namun karena situasi yang tidak memungkinkan, sehingga mau tak mau harus mengikuti regulasi yang telah diatur didalam Peraturan Mahkamah Agung.
"Karena, kalau sampai terdakwa dikeluarkan (ikut di persidangan secara langsung) itu sangat rawan. Jadi harus Rapid Test lagi, Uji Swab lagi. Ini bukan bicara satu orang saja, tapi nasib banyak orang didalam tahanan. Kalau sampai terinfeksi COVID-19," terangnya.
Terkait masalah jaringan yang sempat menjadi kendala bukan kehendak dari Majelis Hakim.
"Di dalam Perma, itu juga sudah diatur, apabila terjadi gangguan persidangan dapat diskors. Bisa ditunda sampai jaringannya bagus. Apabila lewat dari satu jam masih tidak mempuni bisa ditunda," tandasnya.
Sehingga apa yang ditudingkan oleh Kuasa Hukum terdakwa Firman dianggap tanpa ada landasan yang benar. "Karena kami ini ada dasar hukumnya. Jadi kami akanntetap melakukan persidangan sesuai dengan aturan dan hukum acara. Silahkan lah diperdebatkan ditempat lain," tegasnya. (tim redaksi Diksi)