Sabtu, 23 November 2024

Tim Kuasa Hukum Terdakwa Aksi Demo Omnibus Law Beber Sejumlah Ketidakadilan, Ini Rinciannya

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Jumat, 29 Januari 2021 11:19

FOTO : Bernard Marbun Kuasa Hukum Firman (kanan) saat menggelar konfrensi pers pada Kamis sore kemarin/Diksi.co

"Namun ketika kami minta, JPU malah menyebutkan kalau kuasa hukum harus bersurat terlebih dahulu ke PN Samarinda," bebernya.

Atas pernyataan JPU seperti itu, menurut Bernard ada indikasi bahwa JPU berusaha menghalang-halanginya untuk memperoleh BAP turunan lengkap.

"Sedangkan kami sangat membutuhkan sekali terkait BAP turunan lengkap itu. Ini berguna untuk mengambil langkah-langkah hukum didalam persidangan," jelasnya lagi.

Lanjut Bernard menyampaikan, masih terkait disaat terdakwa dimintai tanggapannya oleh Majelis Hakim perihal dakwaan yang dibacakan. Terdakwa Firman melalui Kuasa Hukumnya lalu memilih langkah dengan ajukan eksepsi. 

"Kami diberikan waktu selama seminggu, untuk menyusun eksepsi. Namun sampai hari ini, turunan BAP secara lengkap tadi, belum juga diserahkan JPU ke kami," katanya.

Sehingga ada indikasi JPU telah melakukan pelanggaran, karena telah menghalangi tugas kuasa hukum yang tengah mengerjakan penyusunan eksepsi. Tak hanya salinan BAP saja yang tak diberikan JPU kepada terdakwa maupun Kuasa Hukumnya.

Salinan dakwaan pun yang seharusnya dapat diperoleh pun tak kunjung diberikan. Hal itu lah yang juga membuat perisidangan berjalan tidak maksimal.

"Selain itu, sebelum sidang dimulai. Dakwaan seharusnya juga diserahkan ke terdakwa atau ke Kuasa Hukumnya. Tapi sampai kemarin sidang perdana, itu tidak ada diserahkan. Sehingga terdakwa tidak tau apa yang telah didakwakan kepada dirinya," katanya.

Sebelum persidangan ditutup oleh majelis hakim, Kuasa Hukum pada kesempatan itu lalu meminta kliennya tersebut dapat diberikan kesempatan pemeriksaan kesehatannya. Selain itu, pihaknya juga meminta agar Firman tetap diberikan fasilitas guna menempuh pendidikannya. "Karena pada hari Jumat, Firman akan melakukan ujian akhir semester," ucapnya.

"Jadi yang kami minta, agar sidang dilakukan secara langsung, pemeriksaan kesehatan dan fasilitas pendidikan terdakwa. Jadi itulah beberapa point yang coba kami perjuangkan didalam persidangan kemarin," imbuhnya.

Terkait pemeriksaan kesehatan bagi terdakwa yang saat ini telah ditahan dari Sel Tahanan Mapolresta Samarinda ke Lapas Klas II A Samarinda, diungkapkan oleh Bernard. Bahwa terdakwa kerap mengeluhkan sakit dibagian kepalanya. Keluhan itu sudah lama dialami kliennya. Tepatnya sejak dilakukan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

"Terkait mengenai sakit yang dikeluhkan Firman itu sudah terjadi dari penangkapan yang dilakukan oleh pihak Polresta Samarinda. Saat itu, Firman mengalami sebuah penganiayaan dipukul sampai kepalanya bocor, lalu rambutnya dipotong secara serampangan oleh kepolisian," bebernya lagi.

Pasca mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh polisi, sampai dengan saat ini Firman belum mendapatkan pemeriksaan keseluruhanya. "Dampak dari pukulan itu masih terasa. Makanya kami sudah mintakan kepada kepolisian untuk diperiksakan. Padahal kami sudah ajukan pemeriksaan kesehatannya pada tanggal 9 November 2020 lalu," sambungnya.

Meski sudah beberapa kali mengajukan permohonan pemeriksaan kesehatan terhadap terdakwa, Namun Polresta Samarinda tidak pernah menggubris permintaan tersebut. "Seharusnya, permohonan ini langsung ditindaklanjuti," katanya.

Tidak hanya dari kepolisian, ditingkat kejaksaan pun juga disebutnya demikian. Permintaan pemeriksaan kesehatan juga tidak mendapatkan tanggapan. 

"Sehingga kami memintakan didalam kesempatan persidangan kemarin, untuk difasilitasi klien kami ini untuk dilakukan proses pemeriksaan kesehatan. Karena sampai saat ini Firman mengeluh sakit dibagian kepalanya," terangnya.

Lebih dalam lagi Bernard menyampaikan, bahwa pihaknya selama ini tidak pernah diberikan kesempatan untuk bertemu ataupun berkomunikasi kepada kliennya. Sementara adalah suatu hak, bagi para tersangka maupun terdakwa yang ditahan, agar dapat berkonsultasi masalah hukumnya kepada Kuasa Hukumnya. 

Penjegalan kerap dilakukan oleh pihak Polresta Samarinda, dengan alasan tengah menjalankan protokol kesehatan COVID-19. Namun alasan tersebut tanpa adanya solusi, agar Firman tetap dapat berkomunikasi dengan Kuasa Hukumnya. Mengingat hak dari terdakwa ataupun tersangka itu sebenarnya sudah diatur dan dilindungi oleh hukum. 

"Kita sudah berupaya untuk dapat berkonsultasi dengan Firman. Tapi kami tidak bisa bertemu karena ini Protokol Covid-19. Bila ini yang menjadi alasan, seharusnya dari pihak kepolisian itu mencari alternatif agar tetap hak dari klien kita ini tetap bisa berjalan. Jadi sampai saat ini tidak ada solusi konkrit," ungkapnya lagi.

Telah berulangkali meminta, polisi tak dapat menyampaikan alasan yang jelas. Sedangkan Kuasa Hukum Firman sebenarnya telah mengajukan agar tetap dapat diberikan fasilitas berkomunikasi, meskipun hanya dengan cara via jaringan seluler ataupun via daring.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews