Gelombang Penolakan Pemotongan DBH, DPRD Kaltim Sambut Positif

DIKSI.CO – Gelombang aspirasi masyarakat Kalimantan Timur menyuarakan penolakan terhadap pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat.
Penolakan ini datang dari organisasi yang tergabung dalam Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) dengan menggelar aksi di Kantor Gubernur Kaltim pada Senin 10 November 2025.
Hal ini lantas mendapat tanggapan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan manyambut baik aspirasi yang disampaikan masyarakat.
Ia menyebut hal itu merupakan bagian penting dari mekanisme pengawasan pemerintah dalam sistem demokrasi.
“Menyambut positif jika masyarakat juga ada yang bergerak menyampaikan penolakan pemotongan DBH Kaltim,” kata Firnadi.
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa pada periode sebelumnya APBD Kaltim bisa mencapai sekitar Rp21 triliun, namun kini hanya berada di kisaran Rp15 triliun.
Hal ini tentu akan menjadi tantangan besar untuk pembagunan di Provinsi yang berjuluk Benua Etam ini.
“Kita untuk membangun selama ini Kaltim memang membangun dengan APBD Rp21 triliun, kini tinggal Rp15 triliun,” ujarnya.
Penolakan dari Fraksi Kaltim
Sebelumnya puluhan organisasi yang tergabung dalam Forum Aksi Fraksi Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) kembali melakukan aksi demonstrasi, Senin 10 November 2025 di Kota Samarinda.
Mereka menuntut pemerintah pusat tidak memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP/TKD) dan meninjau ulang kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Kaltim.
Fraksi Kaltim bahkan layangkan somasi ke pemerintah pusat bahwa pihaknya bakal menutup jalur transportasi batu bara di Sungai Mahakam apabila tuntutan mereka kembali diabaikan.
“Sungai Mahakam adalah urat nadi transportasi batu bara. Kalau tidak ada jawaban dari pusat, suka tidak suka, pelampung ini akan masuk ke Sungai Mahakam. Pengiriman batu bara tidak boleh keluar,” tegas Koordinator Fraksi Kaltim, Vendy Meru di lokasi.
Ia menegaskan langkah itu bukan bentuk provokasi, tapi reaksi terhadap ketidakadilan yang dirasakan masyarakat daerah penghasil sumber daya alam terbesar di Indonesia.
“Kami hanya ingin perlakuan adil. Titik!,” tegasnya.
Menurut Vendy, puluhan tahun Kaltim menjadi penyumbang devisa utama negara, terutama dari sektor batu bara dan migas.
Namun, hasil besar itu tidak berbanding lurus dengan kondisi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah akibat sedikitnya dana bagi hasil yang diperoleh Kaltim oleh pemerintah pusat.
“Sampai hari ini kami belum mendapat tanggapan positif. Gerakan ini adalah bentuk keseriusan kami menolak kebijakan pemangkasan dana bagi hasil oleh pemerintah pusat, khususnya Kementerian Keuangan. Kami merasa diperlakukan tidak adil,” ujarnya.
Penolakan dari Komisi III
Sebelumnya, suara penolakan pemangkasan DBH juga dilontarkan Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Muhammad Samsun.
Anngota legislatif Kaltim dari fraksi PDIP ini menegaskan Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil utama sumber daya alam memiliki hak konstitusional atas porsi DBH yang lebih besar.
Samsun menegaskan pemotongan DBH ini bertentangan dengan prinsip perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
“Kaltim membutuhkan skma bagi hasil yang baik dan konsisten. Prinsip utamanya sederhana, hak daerah harus berdasarkan regulassi,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan sikap baik itu memiliki batas ketika menyangkut kesejahteraan masyarakat. DPRD Kaltim, kata dia, tidak bisa menutup mata terhadap beban daerah apabila kebijakan pemotongan DBH terus berlanjut.
Samsun menambahkan apabila jalur konstitusional dan itikad baik yang pemerintah daerah tempu tidak mendapatkan respons memuaskan dari pusat, maka DPRD tidak dapat menghalangi ketika masyarakat Kaltim memilih turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka.
“Kami tentunya tidak bisa menghalangi masyarakat Kalimantan Timur untuk melakukan aksi,” tegasnya.
Dana Bagi Hasil merupakan instrumen fiskal yang membagi penerimaan negara dari pajak maupun sumber daya alam kepada daerah. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan pembangunan dan memastikan daerah penghasil tidak tertinggal. Kaltim, dengan kontribusi besar dari sektor migas, batubara, dan perkebunan, merasa wajar menuntut porsi lebih besar.
(ADV)