"Intinya alat berat yang digunakan sebagai alat bukti itu, adalah milik klien kami. Bukan milik terdakwa. Kemudian yang kedua saya menyerahkan data terkait kepemilikan alat berat ekskavator itu adalah sah milik Bachtiar. Sesuai dengan nama kepemilikan. Nomor alat rangka dan jenis mesin itu sah milik klien kami bukan milik abbas," ungkap Muklis Ramlan ketika dikonfirmasi usai persidangan.
Disebutkannya bahwa kedua terdakwa memiliki tunggakan sebesar Rp250 juta hasil dari kesepakatan sewa ekskavator. Kepada Majelis Hakim, saksi Muklis membenarkan adanya aktivitas penambangan. Namun dirinya menegaskan perusahaan yang ia naungi tersebut tidak ada kaitannya dengan aktivitas yang diperbuat oleh kedua terdakwa.
"Kami enggak ada kaitannya dengan ilegal minning. Ini alat kami mereka sewa dan selama lima bulan tidak dibayar. Saya juga beberapa kali melakukan penagihan sewa alat berat beberapa bulan terakhir kepada terdakwa," terangnya.
Muklis menyebut, justru perusahaannya telah dibuat merugi dampak dari perbuatan kedua terdakwa melakukan ilegal mining. Pasalnya selain uang sewa sebesar Rp250 juta urung dibayar, kedua alat berat yang disewakan hingga saat ini masih disita. Digunakan sebagai alat bukti di dalam perkara.
"Alat itu tidak bisa diambil alih karena diambil sebagai alat bukti. Sedangkan itu kan ada pembayaran ke lising bagaimana mau diselesaikan, kalau Abbas tersandung permasalahan hukum begini," sambungnya.
Sementara itu, didalam persidangan terdakwa Abbas sempat mengaku kalau dirinya telah membayar uang sewa dua ekskavator kepada PT Kharisma Sinergi Nusantara. Namun hal itu langsung dibantah Muklis, yang menyampaikan kepada Majelis Hakim kalau terdakwa baru membayar uang muka Rp15 juta.