JPU turut meminta Ismunandar untuk memberikan keterangan terkait adanya pertemuan antara dirinya dengan Aditya Maharani. Kala itu, terdakwa Aditya Maharani meminta kepada Ismunandar agar proyek yang dikerjakan, tidak terpangkas didalam alokasi anggaran penanganan Covid-19.
Permintaan itupun dituruti, dengan langsung memerintahkan Musyafa agar segera menyusun daftar proyek yang dikerjakan Aditya Maharani. Agar nantinya proyek tersebut tetap mendapat pencairan tanpa terpangkas anggarannya.
"Saya memang ada sebut, agar proyek ini jangan diganggu. Saya menugaskan Musyafa untuk mengamankan (proyek), agar nantinya tidak terkena imbas pemangkasan dana (Covid-19). Tapi ya tetap terkena relokasi anggaran juga," tutup Ismunandar.
Usai mendapatkan keterangan Ismunandar. Majelis hakim selanjutnya menghadirkan Suriansyah alias Anto selaku Kepala BPKAD Pemkab Kutim. JPU meminta kepada Suriansyah meminta agar menyampaikan perannya yang turut ditugaskan Ismunandar, mengumpulkan uang dari para rekanan swasta.
"Apakah ada permintaan khusus dari pak Ismunandar, untuk mengumpulkan sejumlah uang yang digunakan untuk memenuhi keperluannya?," ucap salah satu JPU.
"Iya memang sering minta ke saya. Sejak saya menjabat Kepala BPKAD pada 2017 lalu, bapak (Ismunandar) selalu meminta saya untuk kebutuhannya. Saya biasanya meminta bantuan dari para kontraktor (rekanan)," jawabnya.
Suriansyah selanjutnya menjelaskan, perihal pemberian uang Rp1 miliar kepada Ismunandar, yang berasal dari Deki Arianto.
"Uangnya digunakan untuk kebutuhan pak Ismu. Ya ada juga saya makan sedikit-sedikit," ucapnya.
Suriansyah berperan serupa dengan apa yang dilakukan Musyafa. Dari hasil meminta sejumlah uang para rekanan swasta. Ia kemudian akan memberikan bantuan berupa penitipan pengerjaan sejumlah proyek PL di setiap SKPD.
"Yang menentukan kedua terdakwa mendapatkan proyek memang saya. Alasannya meminta sama saya, karena mereka taunya Kepala BPKAD. Dan orang dekat Bupati," jelasnya.
Suriansyah juga mengaku telah menerima uang dari terdakwa Aditya Maharani sebanyak Rp30 juta. Guna mempercepat diterbitkan pencarian Surat Penyediaan Dana (SPD).
"Saya terima satu kali (Rp 30 juta), sebelum SPD diterbitkan. Ada juga beberapa rekanan lain, ada juga yang tidak memberi," pungkasnya.
Sidang yang berlangsung hingga tujuh jam lamanya ini pun ditutup oleh majelis hakim. Dan akan kembali diberlangsungkan pada Senin (12/9/2020) mendatang.
"Baik bila Keterangan yang disampaikan dirasa cukup, maka sidang saya tutup dan dilanjutkan pada pekan depan. Masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Dengan ini sidang kami tutup," tutup Agung Sulistiyono.
Seperti diketahui, Aditya Maharani dan Deki Aryanto didakwa telah memberikan suap demi memuluskan pengerjaan sejumlah proyek bernilai puluhan miliar. Uang sogokan belasan miliar yang diberikan oleh kedua terdakwa itu, mengalir ke sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Kutim.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP. Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyafa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. (tim redaksi Diksi)