Terdakwa mengaku memberikan sejumlah uang dan barang senilai Rp6,1 miliar, yang terbagi dadri Rp5 miliar di Oktober-Desember 2019 dan Rp1,1 miliar dari pemberian sepanjang Februari hingga Juni 2020.
Imbalan dari keloyalannya itu, terdakwa mendapatkan puluhan pengerjaan berupa proyek penunjukan langsung (PL) di lingkungan Pemkab Kutim.
Khusus untuk dianggaran Tahun 2019-2020, sedikitnya terdakwa menerima 19 proyek PL dan 6 proyek lelang di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Kutim.
Semua pengerjaan proyek itu tak lepas dari campur tangan kakak beradik, yakni Musyaffa dan Suriansyah yang diperintahkan oleh sang Bupati Ismunandar.
Selama mengerjakan puluhan proyek bersifat PL, diketahui terdakwa menggunakan bendera perusahaan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan, setiap perusahaan dibatasi hanya mendapatkan 5 hingga 7 proyek.
Usai JPU membacakan amar tuntutannya, Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiyono yang didampingi hakim anggota Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo melanjutkan persidangan atas perkara terdakwa Deki Aryanto.
"Sidang kita lanjutkan ke perkara terdakwa Deki Aryanto. Dengan ini sidang dibuka untuk umum," ucap Ketua Majelis Hakim sembari mengetuk palu menandakan sidang dibuka.
"Baik silahkan untuk penuntut umum membacakan tuntutannya," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, JPU dari KPK langsung membacakan amar tuntutan atas perkara yang menjerat Deki Aryanto selaku Direktur CV Nulaza Karya. Rekanan swasta dari Pemkab Kutim ini didakwa lantaran telah memberikan suap berupa uang maupun barang kepada sejumlah pejabat Kutim senilai Rp8 miliar.
Tindakan suap yang dilakukannya guna mendapatkan proyek pekerjaan infrastruktur, tahun anggaran 2019-2020. Dalam fakta persidangan, terdakwa Deki Aryanto mengakui telah memberikan uang sebesar Rp5 milar kepada Musyaffa sesuai permintaan Ismunandar. Uang yang dia berikan digunakan Ismunandar untuk biaya kampanye Pilkada.