"Perbuatan HS melanggar Pasal 39 Ayat (1) Huruf d jo. Pasal 43 Ayat (1) UU KUP, yaitu dengan sengaja turut serta menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar dan Pasal 39A Huruf a jo. Pasal 43 Ayat (1) UU KUP, yaitu dengan sengaja turut serta menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara," beber Darmawan.
Akibat perbuatan HS dalam kasus ini, negara menderita kerugian pendapatan sekitar Rp2,92 miliar. Ditegaskan Darmawan, wajib pajak perlu memahami faktur pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam menjalankan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Oleh sebab itu, sebagai pengusaha kena pajak (PKP) yang diberi kepercayaan oleh negara melalui UU perpajakan untuk memungut dan menyetorkan PPN dari lawan transaksi.
"PKP harus taat dan patuh menjalankan kewajiban tersebut sesuai peraturan yang berlaku. Perbuatan yang telah dilakukan oleh tersangka MN dan HS jelas-jelas menyimpang dari aturan perpajakan," jelasnya.
Darmawan menyebut, tindakan penegakan hukum perpajakan wajib dilakukan sebagai upaya terakhir atau ultimum remedium, demi keadilan menjaga penerimaan negara melalui kontribusi pajak dalam APBN, dan memelihara marwah negara.
“Penegakan hukum Kanwil DJP Kaltimtara menjadi pengingat bagi wajib pajak bahwa penyimpangan pelaporan dan penyetoran pajak tidak dapat disembunyikan dan pasti terungkap,” tandasnya. (tim redaksi Diksi)