Jumat, 1 November 2024

Surat Penggantian Pimpinan Dewan dari Golkar Muncul, Castro: Bukan Asal Main Ganti Begitu Saja

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Sabtu, 19 Juni 2021 14:1

Herdiansyah Hamzah, Akademisi Universitas Mulawarman, Sabtu (19/6/2021)/ IST

DIKSI.CO, SAMARINDA - Isu pergantian Ketua DPRD Kaltim kian masif terdengar. Hal ini berawal dari munculnya surat keputusan pergantian antar waktu (PAW) dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang menunjuk Ketua Komisi III DPRD Kaltim Hasanuddin Mas'ud sebagai pengganti Makmur HAPK.

Meski belum ada kejelasan dari DPP Golkar Kaltim, adanya kemunculan surat keputusan itu mengundang respon banyak pihak. Tak terkecuali Hardiansyah Hamzah akademisi Universitas Mulawarman.

Dari sisi hukum, pria yang akrab disapa Castro ini menjabarkan bahwa jika yang bersangkutan (Makmur HAPK) keberataan terhadap keputusan partai yang mengusulkan pemberhentiannya sebagai pimpinan DPRD, maka ini dikategorikan sebagai "perselisihan partai politik". 

Hal ini tertuang dalam Pasal 32 ayat (1) UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik, secara eksplisit menyebutkan bahwa cakupan perselisihan Partai Politik meliputi : perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan/atau "keberatan terhadap keputusan Partai Politik".

"Untuk itu, penyelesaian terhadap perselisihan ini harus dilakukan secara internal melalui "Mahkamah Partai Politik" dalam waktu 60 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU 2/2011 tentang Partai Politik," jelas Castro.

Terkecuali jika penyelesaian perselisihan tidak tercapai, maka proses berikutnya diserahkan kepada pengadilan negeri (PN) untuk paling lama 60 hari. Putusan PN merupakan putusan di tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi paling lama 30 hari.

"(Lihat Pasal 33 UU 2/2011 tentang Partai Politik). Inilah proses formil yang harus ditempuh sebelum pemberhentian pimpinan DPRD dilakukan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan melalui Keputusan DPRD.

"Jika proses penyelesaian perselisihan tersebut tidak dilakukan melalui mekanisme yang disebutkan di atas, dan DPRD nantinya tetap bersikeras menetapkan keputusan pemberhentian tersebut, maka keputusan itu rentan digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dan konsekuensinya adalah, keputusan DPRD tersebut lemah dalam argumentasi prosedural," sambungnya.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews