Meski spanduk bernarasi tendensius dan tak memiliki legal standing, namun Bawaslu Samarinda mengaku tak bisa membendung tindakan pemasangan baliho. Sebab hal itu juga dinilai sebagai aspirasi masyarakat.
"Siapa yang bisa larangan karena kita engga tahu pasti mereka (yang pasang) siapa, ide siapa, kan begitu. Tapi kalau dipasang dihalaman orang, tentu itu harus ada izin dan lainnya," kata Imam.
"Tapi dalam hal ini, kalau kita berkoordinasi dengan Satpol-PP kita minta itu tertibkan. Itu jelas engga punya legal, apalagi kita engga tahu mereka siapa," tegas Imam lagi.
Selain Imam, dikesempatan yang sama Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin juga memberi penilaian yang tak jauh berbeda. Kata dia, narasi tendensius yang termuat di dalam spanduk bisa dikategorikan negative campaign.
Terlebih muatan narasi spanduk diduga melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam pasal 69 tentang Kampanye Dilarang;
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;