Mantan Bupati Kutim itu dianggap terlalu memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk berinovasi. Padahal tidak ada ada pengawasan dan evaluasi yang ekstrim dari gubernur sebagai pemimpin pasukan.
"Udah hampir tiga tahun beliau memimpin Kaltim, belum ada sesuatu yang signifikan yang beliau kerjakan. Yang secara kasat mata bisa diliat dan semua yang ada ini adalah warisan Pak Awang Faroek (Mantan Gubernur Kaltim," jelasnya.
Selain itu, Isran Noor dianggap keliru menempatkan orang-orang di OPD. Salah satu yang disinggung Syafruddin, yakni penempatan Muhammad Sa'duddin sebagai Kepala BPKAD Kaltim.
Sa'duddin dengan basic pemeriksa dan pengawas, tidak cocok ditempatkan sebagai eksekutor. Alhasil banyak langkah yang diambil tidak mengambung tugas dan kewenangan. Hal itu dianggap keliru dan cenderung salah.
"Belum lagi di OPD lain yang memang tidak memiliki kompetensi di bidang itu akhirnya kepala dinas aja punya visi misi sendiri. Berujung pada tidak tercapainya target dan amburadulnya perencanaan," imbuhnya.
Sebagai tokoh nasional, Isran dianggap gagal bersaing dengan nama-nama kepada daerah lainnya, seperti Anis Baswesan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indar Parawansa.
Padahal seluruhnya berada di level yang sama, kepala daerah.
"Saran saya sebagai mitra strategis masih ada waktu untuk menciptakan prestasi di Kaltim. Ayo tata birokrasi, benahi pola kerja dengan bawahan dan tempatkan orang-oang yang tepat di bidangnya masing-masing," tegasnya. (*)
Harusnya Dirayakan Secara Meriah
Sementara itu Buyung Marajo, Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 ( lFH Pokja 30) turut memberikan komentar.