"Kita melihat saat ada dagangan yang sudah layak kena pajak, ya kita kenakan. Kita sudah lakukan persuasif bahkan dua bulan lalu. Sudah dilayani, dikasih peringatan, dikasih surat teguran berkali-kali agar segera mendaftarkan diri. Itu sudah dan mereka tahu, tapi mereka maunya itu lewat UMKM," terang Hermanus.
Dalam aturan pajak restoran, Hermanus pula menekankan bahwa dirinya tidak membedakan seluruh jenis usaha dagang.
"Kalau ingin mengatasnamakan UMKM maka ya dirubah dulu regulasinya, kalau regulasinya masih begitu ya belum bisa. Bahkan ada juga penjual tahu tek-tek pun kena pajak. Ya namanya pajak di mana-mana ya begitu," tegasnya.
Sementara itu, Yani salah satu owner Iga Bakar Sunaryo yang dikonfirmasi media ini menjelaskan bahwa sejak 2020 lalu memulai usahanya, dia mengaku tak pernah membayar pajak sebab dagangannya masuk dalam kategori UMKM.
"Kami ini kan UMKM yang seharusnya wajib pajak itu hanya sebesar 0,5 persen. Kami ini bukan usaha restoran," ucap Yani.
Yani yang merupakan salah satu pendiri Iga Bakar Sunaryo pun mengaku akan tetap mempertahankan usaha yang telah dibangun bersama lima rekannya itu.
"Kami akan tetap pertahankan," tandasnya. (tim redaksi Diksi)