Senin, 7 Oktober 2024

Dinilai Beromzet Lebih dari Rp 60 Juta Pertahun, Warung Iga Bakar Sunaryo Enggan Bayar Retribusi Pajak Restoran

Koresponden:
diksi redaksi
Jumat, 26 Agustus 2022 14:1

FOTO : Warung Iga Bakar Sunaryo yang berada di simpang empat Jalan Ahmad Yani, Samarinda, Kalimantan Timur/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Selain disebut mengganggu estetika kota, warung Iga Bakar Sunaryo rupanya juga tak patuhi aturan retribusi pajak restoran oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bapenda Samarinda, Hermanus Barus saat dihubungi pada Jumat (26/8/2022). 

"Kalau mengacu aturan pada aturan, kalau (sebuah wirausaha) beromzet di atas Rp 60 juta dalam setahun itu sudah wajib dikenakan pajak restoran," ucapnya. 

Acuan pemerintah menerapan pajak restoran itu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 9 Tahun 2019, Pasal 10 (1) Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima sebuah tempat usaha, ditetapkan sebesar 10 persen. 

"Itu namanya saja pajak restoran, yang dimaksud pajak restoran itu adalah pajak usaha makananan, minuman ditempat dengan nama warung, kantin, restoran, cafe dan lainnya. Jadi dia itu (pajak restoran) tidak baku dalam bentuk restoran," beber Hermanus Barus. 

Berdasarkan aturan itu, maka Hermanus Baru menilai jika warung Iga Bakar Sunaryo yang berada di persimpangan Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sungai Pinang itu sudah sepantasnya melaksanakan kewajiban pajak restoran.

"Kita lihat dari harga menu di situ. Sekali makan di situ kan Rp 40-50 ribu. Dalam sehari ada berapa banyak yang makan, kemudian dia itu buka selama 24 jam. Kalau 10 saja (pelanggan) sehari, itu sudah Rp 500 ribu, di kali sebulan sudah Rp 15 juta. Kita hitung dulu di situ. Dari situ kita sudah bisa tahu (wajib pajak restoran)," urainya. 

Dari hitungan tersebut, Hermanus mengakumulasi bahwa pendapatan warung Iga Bakar Sunaryo dalam setahun lebih kurang mencapai Rp 180 juta. 

"Kita melihat saat ada dagangan yang sudah layak kena pajak, ya kita kenakan. Kita sudah  lakukan persuasif bahkan dua bulan lalu. Sudah dilayani, dikasih peringatan, dikasih surat teguran berkali-kali agar segera mendaftarkan diri. Itu sudah dan mereka tahu, tapi mereka maunya itu lewat UMKM," terang Hermanus. 

Dalam aturan pajak restoran, Hermanus pula menekankan bahwa dirinya tidak membedakan seluruh jenis usaha dagang. 

"Kalau ingin mengatasnamakan UMKM maka ya dirubah dulu regulasinya, kalau regulasinya masih begitu ya belum bisa. Bahkan ada juga penjual tahu tek-tek pun kena pajak. Ya namanya pajak di mana-mana ya begitu," tegasnya. 

Sementara itu, Yani salah satu owner Iga Bakar Sunaryo yang dikonfirmasi media ini menjelaskan bahwa sejak 2020 lalu memulai usahanya, dia mengaku tak pernah membayar pajak sebab dagangannya masuk dalam kategori UMKM. 

"Kami ini kan UMKM yang seharusnya wajib pajak itu hanya sebesar 0,5 persen. Kami ini bukan usaha restoran," ucap Yani. 

Yani yang merupakan salah satu pendiri Iga Bakar Sunaryo pun mengaku akan tetap mempertahankan usaha yang telah dibangun bersama lima rekannya itu. 

"Kami akan tetap pertahankan," tandasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews