“Saat ini hanya ada 157 sekolah inklusi, dan hanya 350 anak yang terdaftar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Politikus Demokrat itu mengakui bahwa regulasi yang mengatur tentang perilaku remaja masih belum memadai.
Oleh karena itu, pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat juga perlu sinergi menghadapi permasalahan tersebut.
Dia mengharapkan dimasa depan dalam proses pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) dan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (P3K), pintu seleksi dibuka lebar-lebar, terutama untuk guru yang dapat bekerja di sekolah inklusi dan sebagai konselor.
“Harapannya Samarinda menjadi kota ramah anak. Jadi peran guru sangat penting dalam membentuk perilaku anak-anak di lingkungan sekolah,” pungkasnya. (Adv/DPRD Samarinda)