"Intinya bupati tidak pernah mengetahui keluarnya anggaran itu. Karena PT MGRM tidak ada anggarannya, tahu-tahu di saat lihat laporan keuangan yang ternyata sudah ada pengeluaran dana sebesar Rp50 miliar peminjaman dan pembelian saham temuan BPK. Yang bersumber dari dana PI itu," jelasnya.
Singkatnya, dari hasil temuan BPK, terdakwa tidak bisa mempertanggung jawabkan. Laporan keuangan yang sempat diserahkan itupun ditolak dan dianggap sebagai penyelewengan sekaligus temuan BPK.
Rofiq pun menjelaskan perihal dakwaan terhadap Iwan Ratman yang dianggap telah menguntungkan diri sendiri, perusahaan dan orang lain tersebut. Hal itu mengenai perjanjian pembelian saham antara PT Petro T&C dan PT MGRM, yang terjadi di Bulan April 2019.
Diketahui, pada saat perjanjian itu diteken, rupanya terdakwa masih berstatus sebagai Direktur PT Petro T&C. Sehingga dengan kuasanya sebagai pimpinan di dua perusahaan itu, Iwan Ratman melakukan perjanjian sendiri.
Sementara itu, Meli Halim sebagai presiden PT MGRM yang dimintai keterangan didalam persidangan, mengaku hanya mengetahui adanya penawaran saham yang diajukan oleh PT Petro T&C di dalam proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM.
"Kemudian saksi ini melakukan kajian dan sempat dijanjikan bila proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM ini selesai, dijanjikan mendapatkan dana sebesar Rp130 milar apabila nantinya PT MGRM mau menanamkan saham sebesar Rp40 miliar tersebut," tutupnya.
Setelah meminta keterangan kedua saksi, sidang terpaksa ditutup lantaran keterbatasan waktu. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Kamis (7/10/2021) mendatang. Masih dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi.
Seperti diketahui, mantan TOP CEO BUMD itu didakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, hingga sebesar Rp50 miliar. Atau setidak-tidaknya dari jumlah uang tersebut, telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 50 miliar.
Dugaan korupsi ini terkait pengalihan dana sejumlah Rp50 Miliar ke PT Petro T&C Internasional, dengan dalih sebagai rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek tangki timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.
Sedangkan Iwan Ratman sendiri merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman menilap uang puluhan miliar tersebut.
Kerugian yang diderita negara, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur, dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUH Pidana.
Serta subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (tim redaksi Diksi)