Seperti misalnya, pengeboman Gereja di Makassar dan terorisme di Mabes Polri. Kasus ini merupakan bukti bahwa propaganda jaringan terorisme terus menebar tindakan-tindakan kebencian.
Ia lanjutkan, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, ada 120 negara di dunia yang terkena dampak propaganda teroris.
Tingginya angka ini karena arus globalisasi dimana orang, khususnya anak muda dalam menggunakan sosial media.
Dikatakannya, saat ini ada sekitar 202 juta pengguna internet di Indonesia. Dari 202 juta pengguna internet ini, 80 persen sebagai pengguna media sosial, dimana 60 persennya adalah anak muda. Generasi Z, generasi milenial.
"Nah kelompok terorisme ini senang sekali merekrut anak-anak muda yang mereka anggap berani, idealis dan sedang mencari jati diri. Generasi milenial ini dengan mudah mengikuti, mem follow akun-akunnya, terus update sampai pintar membuat surat wasiat (siap mati) untuk orang tuanya saat akan menjalankan aksinya. Itulah akhirnya dia menjadi pelaku bom bunuh diri," cerita Boy.
Kegiatan Pelibatan Masyarakat "Kolaborasi Penyintas" dalam pencegahan terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltim, selain menghadirkan keluarga dan korban Gereja Oikumene, juga ada satu keluarga kasus bom Desa Loki, Ambon pada tahun 2005 silam, dimana saat itu terdapat 6 orang anggota Brimob Polda Kaltim gugur dalam tugas.
Pertemuan ini menjadi mengharukan, karena keluarga penyintas bom gereja Oikumene membawa hadir anak-anak mereka yang selamat dari luka-luka berat yang diderita. (tim redaksi Diksi)