“Ada seseorang ingin memberikan uang Rp 10 juta pada saya. Uang itu sebagai bentuk simpati saja, tapi saya tidak akan terima,” tegasnya.
Annike bahkan terpaksa mengganti nomor telponnya guna menghindari rayuan oknum polisi ini. Ia bertekad tidak akan menghianati perjuangan masyarakat Papua dalam memperoleh haknya.
“Saya tidak mungkin menghianati darah dan air mata masyarakat Papua,” ujarnya.
Tujuh orang aktivis dan mahasiswa Papua menjalani masa tahanan di Rutan Balikpapan.
Mereka terbukti melanggar ketentuan makar diatur Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
PN Balikpapan menjatuhkan vonis hukuman penjara 10 bulan bagi aktivis mahasiswa Papua. Mereka adalah Irwanus Uropmabin, Ferry Kombo, Hengki Hilapok, dan Alexander Gobai.
Sedangkan aktivis hak asasi manusia (HAM) Papua memperoleh hukuman sedikit lebih berat, 11 bulan penjara.
Aktivis ini terdiri Buchtar Tabuni (United Liberation Movemnet for Papua), Agus Kossay dan Stevanus Itlay dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Kasus aktivis dan mahasiswa Papua bermula kala kerusuhan massa terjadi di Jayapura. Kala itu, aktivis menggelar demonstrasi 10 ribu massa memprotes hinaan rasis dialami mahasiswa Papua di Surabaya.
Namun sayangnya, demo damai berujung rusuh merusak fasilitas publik dan rumah warga.
Polda Papua pun menuduh aksinya ditunggangi KNPB. Organisasi ini getol memperjuangkan referendum kemerdekaan Papua Barat.
Setidaknya 38 orang dituduh melakukan tindakan makar dalam berbagai demonstrasi. Kerusuhan Papua meninggalkan 40 korban jiwa berikut harta benda masyarakat. (tim redaksi Diksi)