Dari Rp2000 triliun APBN, setelah otak atik berbagai kebutuhan belanja negara, tersisa sekitar 40 persen kapasitas fiskal, atau sekitar Rp600 triliun yang diperebutkan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia sebagai transfer daerah.
"Perjuangan transfer pemerintah (DAU), 26 persen menjadi 30 persen dari pendapatan nasional perlu melakukan perubahan formulasi hitungan. Atau menuju yang diinginkan Pak Gubernur sebesar 50 persen," ungkapnya.
"Bagaimanapun formula yang dibahas dalam RUU HKPD, semua seakan jadi utopis karena keterbatasan APBN artinya RUU HKPD perlu didesain ulang," sambungnya.
Pemerintah pusat mesti melakukan peningkatan rupiah di APBN. Jika APBN naik, otomatis bagi hasil dan pembangunan daerah juga pasti meningkat.
Jika APBN terbatas seperti saat ini hambatan dalam pembangunan pasti terjadi. Aji Sofyan Effendi lalu mengambil contoh Tol Balikpapan-Samarinda.
"Bangun jalan tol, Kaltim butuh waktu 9 tahun menyelesaikannya. Karena anggaran APBN terbatas, meski sudah dapat suntikan APBD Kaltim 3 triliun ditambah pinjaman dari Tiongkok," tuturnya.
Senada dengan Prof Purwo, Aji Sofyan Effendi berharap pengesahan RUU HKPD dilakukan dengan tidak terburu-buru.
"Jangan buru-buru mengesahkan RUU HKPD karena ini membahas nasib masa depan Indonesia," tegasnya. (tim redaksi Diksi)