Sabtu, 23 November 2024

Ada Bakal Calon Independen Dijemput Paksa Polisi Gegara Pemalsuan Syarat Dukungan, Dosen Unmul: Kasus Serupa Juga Banyak Terjadi di Kaltim

Koresponden:
diksi redaksi
Kamis, 23 Juli 2020 10:10

Ilustrasi Pilkada serentak/ IST

Ia jelaskan untuk Kaltim, kasus-kasus serupa juga cukup banyak terjadi. Namun sangat disayangkan, pada akhirnya kasus-kasus tersebut dilepaskan dan dibiarkan menguap begitu saja.

"Untuk Kaltim, kasus-kasus serupa juga cukup banyak terjadi.Padahal pemalsuan daftar dukungan terhadap calon perseorangan, secara normatif sangat memungkinkan dibawa ke ranah pidana. Pasal 185A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, menyatakan secara eksplisit bahwa, "Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit 36 juta rupiah dan paling banyak 72 juta rupiah", jelasnya. 

Dilanjutkannya, kendatipun sudah cukup terang orang-orang yang dimasukkan dalam daftar dukungan tanpa sepengetahuannya, namun kasus ini tetap dihentikan.

Bahkan dengan alasan-alasan yang tidak rationable bagi publik.

"Pertama, di awal kasus, ada indikasi penolakan penanganan kasus karena dianggap sebagai delik aduan yang mesti ada pelapor. Padahal ini masuk kategori delik umum, dimana ada keharusan untuk menjaga marwah demokrasi dan kepentingan umum," jelasnya.

"Kedua, kasus dihentikan karena kesulitan menetapkan unsur "setiap orang" sebagaimana disebutkan dalam undang-undang. Padahal makna setiap orang itu bisa diperluas, yang juga semestinya mencakup orang yang menyuruh melakukan (doenplegen), orang yang turut serta melakukan (medeplegen), orang yang membujuk melakukan (uitlokking), dan membantu melakukan (medeplichtige). Mereka-mereka inilah yang mesti dicari dan dikejar," katanya. 

Terkait masa daluarsa (batas waktu penuntutan dalam perkara pidana), juga ia jelaskan. 

"Memang benar ada soal masa daluarsa penanganan perkara yang pendek. Tapi mengingat bukti-bukti terhadap dugaan pemalsuan daftar dukungan itu sudah sangat terang, saya pikir soal masa daluarsa itu bukan halangan," ucapnya. (*) 

Ia pun khawatir adanya kemungkinan kasus-kasus ini dilepas bukan hanya karena minimnya bukti dan masa daluarsa yang singkat.

"Tapi karena gakkumdu (bawaslu, kepolisian dan kejaksaan) yang tidak mau mengambil resiko berkonflik dengan elit politik tertentu, alias cari aman. Padahal mereka harus ingat, marwah pilkada yang jujur dan berintegritas yang mesti ditegakkan. Kalau kasus ini dilepas, maka tidak akan ada efek jera (deterrent effect). Dan bisa dipastikan bakal banyak kasus-kasus serupa dimasa mendatang. Dan yang miris, bawaslu dan gakkumdu akan kehilangan wibawa secara kelembagaan," katanya. (*) 

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Palsukan Syarat Dukungan, Bakal Calon Kepala Daerah Dijemput Paksa Polisi", https://regional.kompas.com/read/2020/07/23/10254011/palsukan-syarat-dukungan-bakal-calon-kepala-daerah-dijemput-paksa-polisi?page=all.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews