Singkat cerita, dari hasil penyelidikan polisi lebih dulu mengamankan RR. Setelah dilakukan pengembangan petugas kemudian mengamankan GS dan DR.
"Ketiganya ini saling mengenal dan memang rekanan sindikat. Otaknya, pelaku berinisial GS," terangnya.
Aldi membeberkan peran dari masing-masing pelaku. Tersangka berinisial RR, diketahui kesehariannya adalah sopir travel. Dia bertugas untuk menawarkan kepada setiap penumpangnya yang hendak melakukan bepergian keluar daerah, agar membuat surat rapid test melalui dirinya.
"Setelah dapat, kemudian RR menghubungi GS untuk minta dibuatkan surat Rapid Test. Dengan lebih dulu mengirimkan KTP si penumpangnya," ucapnya.
Setelah itu, GS mendatangi DR yang diketahui memiliki usaha perlengkapan alat tulis dan fotocopy. Karena kemahirannya dalam dunia editing, ia ditugaskan untuk membuat surat rapid test palsu.
"Si DR ini memiliki file scan surat rapid test didapat dari GS dan RR dari penumpang travel sebelumnya. Oleh si DR surat berisikan stempel, tanda tangan dan barcode itu diedit menyerupai. Jadi hanya tinggal mengganti identitas penumpangnya saja di dalam surat," terangnya.
Setelah surat keterangan rapid test non reaktif selesai dibuat oleh DR. GS kemudian bertugas menyerahkan surat tersebut kepada RR.
"Setelah mendapatkan uang bayaran dari penumpangnya, uangnya langsung dibagi-bagi," katanya.
Untuk membuat surat rapid test palsu ini, GS memberikan tarif sebesar Rp150 ribu. Uang kemudian dibagikan. RR mendapatkan bagian sebesar Rp25 ribu. Sedangkan DR hanya mendapatkan sebesar Rp15 ribu. Sedangkan sisanya menjadi bagian GS.