Singkat cerita, pada 2003, PT AKU mendapatkan kucuran dana modal sebesar Rp5 milliar. Penyertaan modal itu diberikan dengan rincian, pada 23 Juli sebesar Rp250 juta, 20 November sebesar Rp750 juta, serta 29 Desember sebesar Rp4 miliar.
Namun, dengan modal tersebut, PT AKU hanya dapat menyetorkan keuntungan laba ke PAD sebesar Rp3 miliar, tepatnya di 2005. Dari awal Perusda ini berdiri, Pemprov Kaltim sebenarnya sudah mengalami kerugian.
Pasalnya, dividen yang diserahkan ke kas daerah tak sebanding dengan modal yang dikucurkan. Namun, pada 15 Desember 2008 PT AKU kembali diberikan suntikan dana penyertaan modal sebesar Rp7 miliar dari Pemprov Kaltim.
Uang dengan jumlah besar itu habis tak tersisa. Hanya dipergunakan untuk biaya kas Perusda PT AKU sebesar Rp911 juta, dan membayar deposito berjangka sebesar Rp3 miliar. Kemudian uang sebesar Rp8,8 miliar dipergunakan untuk membayar piutang usaha ke sembilan perusahaan berbeda.
Sehingga, tak ada keuntungan laba yang dapat disetorkan ke PAD. Meski begitu, selang dua tahun kemudian, Pemprov Kaltim tak jera mengucurkan dana penyertaan modal ke PT AKU. Terakhir, Pemrov memberikan dana suntikan sebesar Rp15 miliar, tepatnya pada 30 September 2010.
Total sudah Rp27 miliar yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke Perusda tersebut. Namun tetap saja tak ada sepersen pun laba yang masuk ke dalam kas daerah. Alih-alih hendak dipaksa tetap beroperasi, PT AKU malah pailit alias jatuh bangkrut.
Modal usaha yang dikucurkan pun tidak jelas keberadaannya, dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp31 miliar. Hal tersebut terungkapnya di 2014.
Di mana Perusda PT AKU yang telah. berhenti beroperasi, tak dapat mempertanggungjawabkan keuangannya, di dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) yang telah disetujui didalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
Pemprov Kaltim saat itu meminta pertanggungjawaban PT AKU, dengan membuat laporan keuangan yang telah di audit oleh Konsultan Akuntan Publik (KAP) di setiap tahunnya. Penunjukan KAP ini langsung dari direksi PT AKU.
Dari hasil audit tahun keuangan 2008 dan 2010 terungkap, penyebab kerugian pada PT AKU lantaran adanya kerja sama yang menyebabkan piutang.
Kemudian laporan itu ditindaklanjuti oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Kaltim, yang kemudian menilai berhenti beroperasinya PT AKU tidak dapat dinilai kewajarannya sebesar Rp31 miliar, sesuai laporan keuangan internal tahun 2014.
Usai meminta keterangan dari Suriansyah, majelis hakim kemudian menghadirkan saksi kedua atas nama Fahmi Prima Laksana, selaku Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Kaltim.
Singkatnya, saksi kala itu bertugas sebagai Kasubag Akuntansi Biro Keuangan Setprov Kaltim di 2002 hingga 2009. Ia mengaku hanya mengetahui perihal penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim ke PT AKU.