“Sementara ini mereka mengaku tidak punya uang,” tuturnya.
Jawaban kejaksaan ini lah yang membuat kuasa hukum dan mahasiswa kecewa. Mereka bertekat terus bertahan di Balikpapan hingga sikap kejaksaan berubah.
“Kalau mereka tetap ngotot, kami akan terus bertahan di Balikpapan, menunggu tanggung jawab mereka,” tegas Bernard.
Salah seorang tim kuasa hukum, Fathul Huda Wiyashadi menambahkan alternative lain pun sudah dipertimbangkan demi keberlangsungan aktivis. Mereka tentunya harus melanjutkan aktivitasnya di Papua.
Fathul mengaku berinisiatif mengumpulkan bantuan para simpatisan dan donator pemulangan klien. Ia optimis mayoritas masyarakat Indonesia masih perduli nasib aktivis Papua.
“Nanti kita carikan bantuan dari pihak pihak lain, pastinya akan dapat sumbangan,” ujarnya.
Meskipun begitu, Fathul memastikan pengumpulan bantuan merupakan alternative terakhir.
Seperti halnya dengan yang lain, ia yakin pemulangan aktivis menjadi kewajiban negara.
“Ini altenatif terakhir saat kejaksaan benar benar cuci tangan,” tegasnya.
Persoalan bermula protes aktivis dan mahasiswa atas hinaan rasis mahasiswa Papua di Surabaya Jawa Timur (Jatim).
Aksi kian membesar berujung demonstrasi 10 ribu massa di Jayapura.
Namun demo damai berujung rusuh perusakan fasilitas public. Sebanyak 38 orang dituduh melakukan makar dan menimbulkan 40 korban jiwa berikut harta benda masyarakat.
Polda Papua lantas menuduh aktivis ditunggangi KNPB memperjuangkan referendum kemerdekaan Papua Barat. (tim redaksi Diksi)