"Tapi juga, harusnya pemerintah membuat satu keputusan yang jelas berdasarkan analisis pertimbangan kasus di wilayah sekitarnya," sambungnya.
Meski langkah Pemkot Samarinda terkesan plinplan, Farid menduga pengambilan kebijakan itu erat kaitannya dengan SK Gubernur Kaltim tentang masa darurat COVID-19 yang masih terus berlaku hingga saat ini.
Terpisah, pengamat hukum di Kota Tepian, Herdiansyah Hamzah menyebut kalau kebijakan maju mundur Pemkot Samarinda jangan sampai menimbulkan sifat multi tafsir dan kesimpangsiuran bagi masyarakat, yang saat ini menyabut suka cita fase relaksasi dan bisa kembali beraktivitas memperbaiki perekonomian.
"Ini jelas simpang siur, dan yang dibingungkan tentu saja masyarakat. Misalnya soal protokol kesehatan, apa yang mesti digunakan, apakah tetap protokol darurat? Atau ada protokol baru fase relaksasi? Ini yang mesti dijawab oleh pemerintah kota," tegas Castro, sapaan karib Herdiansyah Hamzah.
Lanjut Castro, jika saat ini pemerintah telah memberlakukan aturan relaksasi pandemik Covid-19 di Samarinda, kemudian diiringi dengan perpanjangan masa tanggap darurat, maka seperti apa pemberlakuan protokol kesehatan di tengah kebijakan dilematis seperti ini.
Maka dari itu, ia berharap agar DPRD Samarinda bisa menggunakan fungsi pengawasannya untuk memanggil pemkot untuk meminta penjelasannya.