Pertanyaan Angkasa Jaya pun ditanggapi langsung oleh pihak Pertamina yang diwakili oleh Safety and Method Engineer, Ahmad Rizal melalui sambungan virtual. Ia menyampaikan terkait dugaan keterbatasan pasokan solar, ia memastikan bahwa distribusi solar di kota Samarinda masih sama dan normal setiap waktunya dan tidak terjadi pengurangan jumlah pasokan.
Namun ia menyebutkan ada perbedaan harga antara tahun 2020 dan saat ini dimana pada 2020 harga solar industri itu sama dengan harga solar subsidi, sedangkan harga solar subsidi saat ini mencapai kisaran Rp 12.000.
"Untuk mengatasi masalah ini dan dugaan adanya pengetap, Pertamina juga telah melakukan program digitalisasi SPBU, untuk pengisian produk solar dilakukan pencatatan nopol, dan pengisian kendaraan sesuai aturan BPH Migas," kata Rizal menjelaskan.
Adapun diketahui bahwa ketentuan pengisian Solar dari BPH Migas maksimal untuk satu kendaraan pribadi yaitu 60 liter per hari, kendaraan angkutan 80 liter per hari, dan 200 liter per hari bagi kendaraan roda 6 atau lebih.
"Kami juga telah melakukan penindakan terhadap setiap SPBU yang dilaporkan melakukan pelanggaran dan akan kita sanksi, sejauh ini sudah ada 15 terlapor yang dipecat terkait penyaluran solar di Samarinda," lanjut Rizal.
Pertamina juga mengakui tidak mudah untuk membedakan antara kendaraan yang diduga menjadi pengetap dan yang memang mengantri untuk kebutuhan operasional nya.