DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus rasuah dalam badan Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) kembali berlanjut pada Selasa (5/1/2021) siang tadi. Sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Topikor) Samarinda kembali menghadirkan dua terdakwa secara bersamaan.
Keduanya yakni Yanuar, mantan Direktur Utama (Dirut) PT AKU, dan Nuriyanto, mantan Direktur Umum PT AKU. Mereka didakwa tentang menyalahgunakan dana penyertaan modal Pemprov Kaltim.
“Karena saksi yang dihadirkan sama. Terkait kesaksian keduanya,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU), Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim saat dikonfirmasi.
Lanjut pria yang akrab disapa Rofiq ini, di persidangan kali ini pihak penuntut menghadirkan lima orang saksi. Tujuannya yakni guna menyampaikan pengetahuannya mengenai kerja sama PT AKU dengan sembilan perusahaan yang dibuat terdakwa sebagai modus rasuah.
Selain itu juga tentang penerimaan pencairan penyertaan modal dari Kas Daerah Pemprov Kaltim.
“Kami akan lebih menanyakan peran masing-masing terdakwa. Serta uang yang dicairkan berapa dari medio 2005 sampai 2010. Selain itu bentuk kerja samanya dengan pihak ketiga itu bagaimana,” katanya.
Kelima saksi yang dihadirkan di persidangan ini, terdiri dari dua orang aparatur sipil negara (ASN) di Sekretariat Pemprov Kaltim. Dan sisanya saksi dari pihak yang melakukan kerja sama dengan PT AKU.
Disebutkan Rofiq yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umum Kejati Kaltim tersebut, dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi, JPU menyiapkan sebanyak 12 saksi untuk masing-masing terdakwa.
Sedangkan yang telah dihadirkan pada sidang sebelumnya sudah ada tujuh orang saksi untuk perkara terdakwa Yanuar. Sedangkan untuk perkara Nuriyanto baru menghadirkan tiga orang saksi.
“Karena yang duluan diadili Yanuar, sehingga yang putus (perkara) duluan pastinya dia. Kalau mereka dihadirkan bersamaan ini, karena saksinya sama. Jadi biar menghemat waktu persidangan, terdakwa dihadirkan sekaligus,” tandasnya.
Sementara itu, sidang yang berlangsung hari ini, akan dipimpin oleh Hongkun Ottoh selaku ketua majelis hakim, didampingi Abdul Rahman Karim dan Aswin Kusmanta sebagai hakim anggota.
Diberitakan sebelumnya, Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010.
Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar.
Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya, Nuriyanto selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim.
Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun sembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri.
Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut.
Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar.
Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif.
Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama.
PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar Rp 29 miliar.
Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar.
Atas perbuatan kedua terdakwa, JPU menjeratnya dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 , Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (tim redaksi Diksi)