Artinya, Sekda telah membenarkan bahwa mengakomodir untuk dana pokir berdasarkan usulan DPRD Kaltim. Untuk diketahui, pada pembahasan APBD-Perubahan 2020, dana pokir atau peruntukkan aspirasi dari Dewan setiap anggota (non jabatan) diduga dapat jatah Rp 4 miliar.
Sementara untuk unsur pimpinan diduga mencapai angka 10 miliaran lebih. Itupun belum termasuk dana bantuan keuangan (Bankeu) yang konon juga titipan dari anggota dewan berdasarkan daerah pemilihannya.
Siklus ini sudah menjadi rahasia umum, meskipun Dewan diberikan untuk mengakomodir aspirasi.
Dibalik dana pokir atau aspirasi, justru membuka praktik transaksional dengan pihak berkepentingan. Transaksi ini sudah bukan hal yang baru. Namun sejauh ini, aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan dan Kepolisian) tidak menindak bahkan mengusut dan membongkar indikasi transaksi dari pembahasan aspirasi atau pokir.
Tradisi praktik transaksional terselubung pembahasan dana pokir maupun aspirasi, mendapat sorotan dan kritikan dari pembina Gabungan Mahasiswa Pembaharu Pembangunan Kaltim (GMPPKT) Ahmadi.
Ia membeberkan, praktik tersebut sudah bukan rahasia lagi.
Menurut dia, karena ada celah dari peran Dewan saat pembahasan maka, kesempatan itu dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber pengelolaan aspirasi dan pokir.
"Misalnya, usulan aspirasi atau pokir itu ada berupa program di daerah pemilihannya. Itu bisa dicek, siapa yang mengerjakan dan perusahaannya. Karena sebelumnya sudah dititipkan oleh oknum anggota Dewan," ungkap Ahmadi, Selasa (6/10).
Ia menambahkan, biasanya para kontraktor lokal sudah siap mengerjakan progran pokir atau aspirasi itu. "Karena mereka punya jaringan dan bisa mengkondisikan. Begitu juga dengan program yang ada di dewan itu sendiri," tegasnya.