Keempat, kampus telah terjebak dengan relasi kuasa dengan memberi pembelaan terhadap kekuasaan, namun sebaliknya justru menghakimi mahasiswa. Padahal kampus seharusnya menjadi fungsi kontrol terhadap kekuasaan, bukan sebaliknya.
Kelima, metafora dan sarkasme adalah kritik sosial dengan tingkat intelektualitas dan kecerdasan tinggi terhadap kekuasaan. Oleh karena itu, lumrah dialamatkan kepada pejabat publik. Mematikannya setali tiga uang dengan mematikan intelektualitas dan kecerdasan mahasiswa yang sedang bertumbuh sesuai spirit zamannya.
Sebagai bagian dari keluarga besar Unmul, maka kritik ini harus kami sampaikan sebagai wujud kecintaan kami terhadap Unmul. Kampus harus menjadi contoh yang baik bagaimana cara kita mengelola perbedaan pendapat dengan baik, sekaligus sebagai tempat yang dapat memberikan jaminan terhadap ruang kebebasan akademik, yang tidak hanya bagi civitas akademik, tetapi juga berjuang untuk memastikan kebebasan tersebut diperoleh oleh setiap kepala warga negara, tanpa terkecuali.
Samarinda, 6 November 2021
Kami yang menyepakati rilis bersama ini:
1. Esti Handayani Hardi (FPIK)
2. Sri Murlianti (FISIP)
3. Suryaningsi (FKIP)
4. Diah Rahayu (FISIP)
5. Eka Yusriansyah (FIB)
6. Alfian (FH)
7. Aryo Subroto (FH)
8. Orin Gusta Andini (FH)
9. Purwadi (FEB)
10. Haris Retno (FH)
11. Safarni Husain (FH)
12. Nasrullah (FIB)
13. Nurlia (FISIP)
14. Herdiansyah Hamzah (FH)
15. Dahri D. (FIB)
16. Rina Juwita (FISIP)
(tim redaksi Diksi)