Jumat, 22 November 2024

Rilis Bersama Dosen Universitas Mulawarman: Pembatasan Kebebasan Akademik Adalah Kejahatan Intelektual

Koresponden:
diksi redaksi
Sabtu, 6 November 2021 9:59

Unggahan BEM KM Unmul/ IG bemkmunmul

DIKSI.CO, SAMARINDA - "Patung Istana Merdeka Datang Ke Samarinda", demikian unggahan di akun instagram BEM KM Universitas Mulawarman (Unmul) dalam rangka merespon kedatangan Wakil Presiden ke Samarinda, Selasa 2 November 2021 lalu.

Kalimat metaforik bernada kritik dan sedikit sarkastik ini, menimbulkan pro dan kontra di tengah publik. Sayangnya, pro dan kontra ini tidak berkaitan sama sekali dengan subtansi kritik BEM KM terhadap Wakil Presiden.

Publik justru dominan terlibat dalam pro dan kontra terhadap pilihan diksi "patung istana merdeka" yang digunakan dalam unggahan BEM KM tersebut. Padahal membincangkan "isi", tentu jauh lebih baik daripada meributkan "kulit". 

Metafora adalah gaya bahasa tingkat tinggi yang mencerminkan tingkat intelektualitas seseorang. Tak banyak pihak yang mampu sampai pada tingkat kecerdasan demikian, bahkan pejabat negara atau ilmuwan bergelar tinggi sekalipun.

Olehnya, membungkam dan berupaya mematikan gaya bahasa metafor berarti berupaya mematikan kecerdasan dan intelektualitas sang empunya metafor. 

Adapun sarkasme sendiri serupa dengan kata-kata pedas, cemoohan, atau ejekan yang biasanya dibungkus dengan perumpamaan dan sedikit humor. Dan dalam tradisi kritik, selain satire dan sinisme, sarkasme juga kerap digunakan untuk mengekspresikan rasa kesal dan amarah.

Dan dalam kapasitas pejabat publik, sarkasme itu adalah hal yang lumrah. Terlebih terhadap pejabat publik yang cenderung menutup mata dan telinga atas berbagai persoalan rakyat. Yang tidak lumrah adalah, justru pejabat publik yang tipis telinga, anti kritik, bereaksi berlebihan, dan punya kebiasaan menyerang balik para pengkritiknya. 

Terkait dengan diksi "patung istana merdeka", mestinya publik memahami konteks dibaliknya. Dan itu sudah dijawab oleh BEM KM Unmul sendiri dalam beberapa kesempatan. Intinya, Wakil Presiden dianggap terkesan lebih berdiam diri dan menghindar dari riuhnya protes publik terhadap kebijakan Pemerintah yang selama ini jauh dari harapan publik. Padahalnya layaknya Presiden, Wakil Presiden juga dipilih langsung oleh rakyat, sehingga memiliki tanggung jawab penuh untuk bertindak memperjuangkan kepentingan rakyat.

Jadi mutlak, kalimat metaforik bernada sarkastik "patung istana merdeka" ini adalah kritik kepada Wakil Presiden yang dianggap gagal menjalankan fungsinya, bukan terhadap pribadinya. 

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews