Dalam Perpres 64 Tahun 2020 disebutkan iuran peserta BPJS Kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu. Iuran peserta Kelas II dari Rp51 ribu naik menjadi Rp100 ribu dan iuran Kelas III dari Rp25.500 naik menjadi Rp35 ribu.
Namun, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp16.500 yang berlaku pada Juni 2020 hingga 2021. Dengan demikian, iuran yang dibayarkan tetap Rp25.500.
Namun pada 2021, subsidi yang dibayarkan pemerintah dikurangi. Hasilnya, iuran BPJS Kesehatan Kelas III mencapai Rp35.000.
Sementara pada Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA, iuran Kelas I Rp160 ribu, Kelas II Rp110 ribu, dan Kelas III Rp42ribu. Menurutnya meski beda secara nominal, namun hal itu tetap sangat memberatkan masyarakat.
"Artinya selisih cuma Rp10 ribu, seakan-akan presiden ingin menyampaikan loh ini nggak sama dengan peraturan sebelumnya. Kalau sebelumnya kan 100 persen, kalau ini beda Rp10 ribu. Berapapun perbedaan itu, sangat memberatkan buat masyarakat," ujarnya.
Pada uji materi Perpres 75 Tahun 2019, MA memiliki sejumlah pertimbangan membatalkan kenaikan iuran BPJS, salah satunya lantaran ekonomi masyarakat yang akan terbebani.
Pertimbangan lainnya yakni, MA menilai bahwa telah terjadi kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS. Oleh karenanya, menurut MA, defisit BPJS tidak boleh dibebankan kepada masyarakat.