Dalam temuan BPK itu, dari tahun 2018 hingga 2021 ini, Kaltim melalui perusda MMP telah menerima rupiah dari pengelolaan PI 10 persen Blok Mahakam, sekitar kurang lebih Rp 500 miliar.
Sebagian telah diterima Pemprov Kaltim sebesar Rp280 miliar, dan sebagian masih dikelola Perusda MMP Kaltim. Dana tersebut digunakan untuk gaji, dan operasional MMP Kaltim.
Peruntukan gaji dan operasional perusda inilah yang lalu dipersoalkan oleh BPK. Badan pemeriksa keuangan itu menilai pemberian gaji dari hasil PI memerlukan payung hukum dan SOP yang jelas.
Terkait temuan itu, Veridiana meminta direksi MMP melakukan rekonsiliasi kepada BPK.
"Jadi tadi kami minta ke MMP, segera melakukan rekonsiliasi dengan BPK RI. Itu arahan kami, agar segera melakukan rekonsiliasi. Kalau tidak dilakukan maka di LHP tahun 2021 ini akan keluar lagi temuan itu," tegasnya.
Terlapas dari berbagai masalah yang telah dibahas, Komisi II berharap dengan adanya jajaran direksi PT MMP Kaltim yang baru, bisa bekerja lebih maksimal, utamanya menambah pendapatan daerah.
Sementara itu, Edy Kurniawan, Direktur Utama PT MMP Kaltim, pihaknya segera membuat langkah-langkah kerja bisnis. Dimulai hari ini (Kamis) juga akan dilakukan RUPS luar biasa bersama Gubernur Kaltim.
Dalam RUPS luar biasa itu nanti akan dibahas rencana kerja bisnis hingga mengurai permasalahan yang terjadi di perusda.
Edy menyinggung terkait temuan BPK. Menurutnya hal itu terjadi lantaran baik BPK maupun perusda memiliki kaca mata berbeda dalam payung hukum mengenai pengelolaan pendapatan Blok Mahakam.
Pihaknya bergerja berdasarkan Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2004.