Dikutip dari data JATAM Nasional, sejak 2014 hingga 2020 total sudah 168 korban lubang tambang yang nyawanya melayang di seluruh Indonesia dan masih terancam 3.092 lubang tambang yang masih menganga, berisi air beracun dan mengandung logam berat bahkan berada di dekat kawasan padat pemukiman sehingga menjadi “bom waktu”.
Massa Aksi dan Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Moratorium Pertambangan Batubara di Indonesia, Mencabut izin perusahaan dan Mendorong penegakan hukum serta sanksi bagi CV Arjuna dan perusahaan pertambangan batubara lainnya yang melanggar reklamasi. Pengabaian oleh pemerintah seperti Gubernur Kaltim dan Walikota Samarinda juga ikut disorot.
Kasus tewasnya anak-anak di lubang tambang di Indonesia merupakan gambaran buruknya tata kelola lingkungan hidup dan pertambangan batubara di Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Gubernur Kaltim Isran Noor dituding sebagai dua pemimpin pelindung batubara, meskipun pemerintah baru saja berpidato tentang komitmen pada lingkungan hidup dan iklim di Konferensi Iklim COP 26 Glasgow kemarin.
Sementara itu, beberapa waktu lalu, Isran Noor sampaikan bahwa saat ini pihak provinsi hingga kabupaten/ kota tak punya kewenangan untuk pengawasan tambang.
Hal itu disebutnya karena kewenangan sudah berpindah ke pusat.
"Pemerintah provinsi dan kabupaten sekarang tidak punya kewenangan termasuk mengawasi," kata Isran Noor dalam acara rilis hasil survei Lembaga Survei Indonesia "Persepsi Publik tentang Pengelolaan dan Potensi Korupsi SDA", 8 Agustus lalu. (tim redaksi Diksi)