Pada kesempatan yang sama, Direktur WALHI Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, meminta pemerintah untuk evaluasi terhadap sejumlah perusahaan pemegang PKP2B tak hanya berbasiskan pada hal-hal yang sifatnya administratif.
"Perusahaan-perusahaan itu memiliki segudang kejahatan, mulai dari kasus pencemaran, perampasan lahan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk persoalan reklamasi dan rehabilistasi lubang tambang yang tidak dilakukan," ujarnya.
Kisworo menilai data-data ini harusnya menjadi instrumen penting dalam melakukan evaluasi, jika tidak maka dikhawatirkan evaluasi yang diselenggarakan hanya formalitas, apalagi tertutup malah berpotensi menjadi ruang baru transaksi yang koruptif.
Sementara itu, Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry yang mewakili #BersihkanIndonesia menilai, permohonan informasi ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya mendorong kebijakan energi Indonesia yang berorientasi bersih, pro lingkungan hidup serta menjamin keselamatan rakyat.
"Selama ini publik tidak pernah mengetahui apa saja hak dan kewajiban 5 perusahaan tersebut dan sudah sejauh apa kewajiban mereka sebagai pemegang kontrak dipatuhi dan dilaksanakan, termasuk perkembangan evaluasinya," katanya.
"Jangan sampai ujuk-ujuk diberi status perpanjangan tanpa keterbukaan informasi, pemerintah harus membukanya ke publik," tegasnya. (tim redaksi Diksi)