“Warga Dairi telah melalui proses panjang untuk mendapatkan informasi seputar tambang PT Dairi Prima Mineral. KIP sudah membantu agar warga mendapatkan hak atas informasi dengan memenangkan permohonan kami. Namun sangat disayangkan, Kementerian ESDM justru mengajukan banding di PTUN. PT DPM telah melakukan banyak aktivitas di tanah Dairi, tapi warga tidak mendapatkan informasi apapun atas aktivitas pertambangan tersebut. Padahal pertambangan sudah mengganggu aktivitas masyarakat, banyak pertanian sudah terganggu, termasuk sumber air. Sesama warga juga terjadi konflik horizontal,” tutur Serly.
Lebih lanjut, JATAM Nasional menilai gugatan warga di Komisi Informasi Publik (KIP) berangkat dari proses yang bermasalah dan koruptif di pemerintahan.
Warga yang menolak keberadaan tambang di wilayahnya selalu diminta untuk mengajukan gugatan hukum.
Alih-alih memenuhi hasil gugatan sengketa informasi publik yang dimenangkan warga, pemerintah malah mengajukan banding.
“Langkah pemerintah yang menutup rapat dokumen perusahaan tambang, hingga tak mematuhi putusan hukum atas sengketa informasi yang dimenangkan warga, menunjukkan betapa menguatnya konflik kepentingan antara pemerintah dan korporasi. Dan, hal itu menambah daftar keistimewaan bagi korporasi tambang, setelah sebelumnya berhasil mengesahkan revisi UU Minerba dan UU Cipta Kerja, serta sejumlah insentif lainnya. Dengan demikian, pemerintah, tidak sedang bekerja melayani rakyat, melainkan mengabdi bagi korporasi tambang yang, sebagian pemiliknya memiliki relasi politik dan ekonomi yang kuat dengan otoritas kekuasaan,” ujar Melky Nahar, Koordinator JATAM Nasional.
Pendapat yang sama juga disuarakan oleh Sarah Agustio.
Menurutnya, perilaku Kementerian ESDM yang mengajukan banding ke PTUN Jakarta berkebalikan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyebut bahwa Indonesia akan serius melakukan transisi energi.
Keputusan banding Majelis Hakim PTUN akan menjadi sinyal tentang keseriusan pemerintah dalam menjalankan transisi energi.
“Kementerian ESDM dan Presidennya sangat bertolak belakang. Terkait informasi publik, warga mencoba menyelamatkan ruang hidup dengan mengakses informasi data tambang, Majelis Hakim harus menjamin terwujudnya keadilan dan partisipasi publik, karena yang kita lihat sekarang, masyarakat selalu dijauhkan dari akses terhadap keadilan dan partisipasi. Di Kalimantan Timur, ada warga yang buka pintu belakang rumah langsung tambang, tapi untuk mendapatkan informasi pertambangan itu, Ia harus pergi ke Jakarta. Berkaitan dengan pertemuan G20, Pemerintah Indonesia mengatakan akan serius melakukan transisi energi. Namun kenyataannya sampai sekarang, tambang masih menjadi panglima besar dalam energi di Indonesia. Keputusan PTUN nanti akan menjawab sejauh mana komitmen Indonesia dalam transisi energi,” ungkap Sarah Agustio, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Trend Asia. (tim redaksi)