Menurut catatan media ini, pada era Bupati Kutai Barat Ismail Thomas, pelabuhan terbesar di Bumi Sendawar yang dikerjakan PT Duta Rama itu ditarget selesai pada 2015. Proyek pun ini dimulai pada 2009–2011 dan dilanjutkan tahun jamak tahap II pada 2012–2015 dengan rincian anggaran berikut.
Tahun anggaran 2012, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp. 8.792.021.001 Miliar. Kemudian di tahun 2013 sebesar Rp. 15.755.301.811 Miliar, di tahun 2014 senilai Rp. 17.033.075.544 Miliar dan begitu pula pada pagu anggaran di tahun 2015, yakni sebesar Rp. 17.033.075.544 Miliar.
FOTO: Pelabuhan Royoq yang mengalami nasib tak jauh berbeda dengan Jalan Bung Karno dengan serapan anggaran ratusan miliar namun tak kunjung jelas nasib penyelesaiannya hingga saat ini.
Besarnya anggaran yang telah digelontorkan itu rupanya tak membuat laju pengerjaan Pelabuhan Royoq berjalan mulus, dan dari pantauan media ini ketika bertandang terlihat jelas pembangunan tak benar-benar dijalankan oleh pemerintahan saat ini.
Banyak tumpukan material bangunan dan tiang pancang pelabuhan berserakan di bibir Sungai Mahakam yang mulai usang termakan waktu. Padahal sejatinya Pelabuhan Royoq merupakan harapan besar yang begitu dinanti masyarakat untuk meningkatkan perputaran ekonomi.
“Yang jelas masyarakat sangat membutuhkan pelabuhan peti kemas ini. Yang kita bingungkan adalah kenapa periode Bupati Kubar saat ini tidak lagi melanjutkan pengerjaan pelabuhan, padahal APBD kita (Kubar) selalu mengalami silpa sejak 2017 lalu,” tegas Alosius yang merupakan anggota LSM Forum Akuntabilitas dan Transparansi (FAKTA) Kutai Barat saat dijumpai ketika rombongan bertandang ke Pelabuhan Royoq.
Alosius bahkan menuturkan silpa APBD Kutai Barat begitu besar, yang mana hal itu menjadi pertanyaan tidak dilanjutkannya proyek pengerjaan Pelabuhan Royoq.
“Di tahun 2019 kita mengalami silpa anggaran sebesar Rp 500 miliar,dan di tahun 2020 sebesar Rp 708 miliar silpa. Tentu ini menjadi pertanyaan kami semua, bagiamana bisa hal penting seperti pelabuhan ini tidak dilanjutkan. Apalagi kita saat ini menghadapi gelombang pembangunan IKN, yang mana tentunya kita di daerah harus bersiap dengan pembenahan infrastruktur agar tidak menjadi penonton di tanah kelahiran,” paparnya.
Jembatan ATJ Juga Menanti Keseriusan Pemerintah
Penantian masyarakat Kutai Barat terhadap peningkatan infrastruktur tak hanya pada Jalan Bung Karno dan Pelabuhan Royoq, sebab keseriusan pemerintah juga dinanti untuk menyelesaikan Jembatan Aji Tullur Jejangkat alias ATJ yang beralamat di Desa Melak Ilir, Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat.
Dari pantauan media ini, Jembatan ATJ yang menghubungkan Kabupaten Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara terlihat begitu memilukan. Sebab di ujung jalur pendekat menuju badan Jembatan ATJ tak terlihat dipasang pagar pembatas yang membuatnya menjadi tujuan santai masyarakat di sore hari itu terasa sangat berbahaya.
Selain kondisinya yang dibiarkan begitu saja, nasib kelanjutan proyek Jembatan ATJ yang memangkas jarak tempuh 100 kilometer dari arah Samarinda-Kutai Barat dan sebaliknya itu pun masih menggantung hingga saat ini. Padahal jika dihitung, Jembatan ATJ yang mulai dikerjakan sejak 2012 itu telah menyerap anggaran lebih dari Rp 300 Miliar.
“Yang kami dengar-dengar jembatan ini tidak dilanjutkan karena ada permasalahan di konstruksi bangunanya. Jadi keresahan masyarakat saat ini meminta agar pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan segera merampungkan jembatan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kubar,” harap Jamri Resa warga sekitar yang dijumpai.
Selain menyebut adanya permasalahan pada kontruksi Jembatan ATJ, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat juga pernah mengutarakan bahwa dokumen pengerjaan jembatan sepanjang 1.040 meter itu sempat hilang yang menjadi sebab tak dilanjutkannya proyek tersebut.
FOTO: Jembatan Aji Tullur Jejangkat (ATJ) juga demikian, dengan kondisi setengah-setengah proyek multiyears yang menjadi kebanggaan masyarakat Kutai Barat ini masih menunggu keseriusan pemerintah setempat
“Kalau sampai pemkab tidak mampu mencari dan menghadirkan dokumen sebagai tersebut itu tidak masuk akal. Karena mudah saja jika ada pihak yang menghilangkan dokumen penting pemerintah atau negara itu bisa diancam dengan pidana,” tegas Hetin Harmansyah Ketua LSM FAKTA Kubar yang juga turut memberikan komentarnya.
Tak berhenti sampai di situ, Hertin juga membeberkan pada 2015 lalu pemerintahan terdahulu telah memasukkan anggaran penyelesaian Jembatan ATJ sebanyak Rp. 100.845.239.521. Kemudian anggaran juga ada pada tahun 2018, namun dialihkan untuk kegiatan lain yang mana anggaran terus menerus menjadi silpa hingga triliunan rupiah.
“Dan jika itu dikatakan dibelanjakan pada APBD-P tiap akhir tahun juga jadi pertanyaan. Apakah hanya belanja rutin saja yang jadi prioritas, terus infrastruktur dikesampingkan? Apa ini yang namanya prestasi? Padahal begitu banyak kebutuhan yang perlu dibangun untuk menunjang perekonomian masyarakat,” tekan Hetin.