Jumat, 22 November 2024

Tolak Rancangan Perubahan Keempat Undang-Undang MK, CALS Layangkan Surat Terbuka ke Presiden hingga DPR RI

Koresponden:
Alamin
Minggu, 19 Mei 2024 21:0

Ilustrasi Penolakan/HO

DIKSI.CO - Rancangan perubahan keempat Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK) menuai penolakan dari sejumlah kalangan, tak terkecuali Constitutional and Administrative Law Society (CALS).

Mereka melayangkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo, Ketua DPR RI, Puan Maharani tentang penolakan rancangan perubahan keempat Undang-undang MK tersebut.

Surat terbuka yang menyatakan penolakan dari akademisi ini diumumkan pada Jumat (17/5/2024).

Surat Terbuka ini merupakan penolakan keras kami, kelompok akademisi hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society [CALS], atas Rancangan  Perubahan Keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK),” tulis pers rilis CALS yang diterima media ini..

Langkah ini, lanjut rilis tersebut, merupakan autocratic legalism yang merusak bangunan negara hukum, demokrasi, dan mengancam independensi Mahkamah Konstitusi (MK).

Di masa lame duck (bebek lumpuh) atau mendekati transisi estafet pemerintahan periode selanjutnya, tidak seharusnya DPR dan Presiden melakukan pembahasan dan mengesahkan RUU yang krusial bagi kekuasaan kehakiman.

“Rancangan Perubahan Keempat UU MK mengandung masalah prosedural dan masalah materiil yang berbahaya. Masalah prosedural pertama, perubahan terhadap UU MK kerap bersifat reaksioner dan tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang,” tegasnya.

“Dalam hal ini, perencanaan Perubahan Keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional Tahun 2020-2024 dan tidak terdaftar dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2024 atau pun dalam daftar kumulatif terbuka tahun 2024. Kedua, di samping itu, pembahasan pada Pembicaraan Tingkat I dilakukan secara senyap, tertutup, dan tergesa-gesa. Terdapat satu fraksi yang tidak dilibatkan, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan juga sejumlah anggota Komisi III DPR tidak mengetahui adanya pembahasan Perubahan Keempat UU MK pada Pembicaraan Tingkat I,” bebernya.

Ketiga, DPR dan Presiden pun mengabaikan partisipasi yang bermakna (meaningful participation), sebab kanal partisipasi publik ditutup dan dokumen perancangan undang-undang seperti RUU dan naskah akademik tak dapat diakses secara formal oleh publik.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews