Sabtu, 5 Oktober 2024

Terpidana Korupsi Solar Cell Kutim Ajukan PK, Kuasa Hukum  Beberkan Alasannya

Koresponden:
Alamin
Kamis, 13 Juni 2024 19:57

Tim kuasa hukum terpidana M Zohan saat usai mengajukan permohonan PK di Pengadilan Tipikor Samarinda, Kamis (13/6/2024)/IST

DIKSI.CO - Pengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dilakukan oleh salah satu terpidana kasus korupsi pengadaan solar cell di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Terpidana itu yakni M Zohan Wahyudi.

Ia mengajukan PK melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor Samarinda, pada Kamis (13/6/2024).

Alasannya karena pada putusan kasasi MA, M Zohan Wahyudi diberi hukuman kurungan penjara 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp 750 juta, ditambah uang pengganti Rp 8,9 miliar.

Pada putusan hukum, kuasa hukum terpidana, Tumpak Parulian Situngkir menjelaskan keberatan kliennya yang merasa sangat dirugikan sebab fakta-fakta hukum dalam putusan kasasi tersebut.

"Setelah kami lihat ceklis dari pengiriman berkas tidak terkirim kontra memori kasasi dari klien kami, itu yang menjadi keberatan pertama," ungkapnya ditemui di gedung Pengadilan Negeri, Samarinda, Kamis (13/6/2024).

Lanjutnya, permohonan PK diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung RI No : 2581 K/Pid.Sus/2023 tanggal 2 Agustus 2023 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Nomor 2/PID.SUS-TPK/2023/PT.SMR tanggal 8 Februari 2023

Jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda Nomor 46/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr tanggal 22 Desember 2022 a.n. Terpidana M. Zohan Wahyudi, ST Alias Zohan, Bin H. Zainal Abidin Noor Alm .

“Sewaktu pada tingkatan kasasi klien kami mempunyai hak untuk melakukan pembelaan kontra memori kasasi, akan tetapi hal tersebut pada putusannya tidak tercantum,” tegasnya.

Dijelaskannya, bahwa kontra memori kasasi tertanggal 10 Maret 2023 yang disampaikan kliennya melalui kuasa hukum, dan diterima Kepaniteraan Pengadilan Tipikor Samarinda pada 14 Maret 2023.

“Ini (kontra memori kasasi), sama sekali tidak ada tercantum dan tidak dipertimbangkan di dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No : 2581 K/Pid.Sus/2023 tanggal 2 Agustus 2023,” rincinya.

Selain perihal kontra memori kasasi yang tidak tercantum, Tumpak juga menyoal perihal tanggal dan nomor penetapan penunjukan majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara kasasi di tingkat Mahkamah Agung RI.

"Itu yang menurut kami sangat prinsipal. Kami merasa apakah kapasitas dari majelis ini legal atau tidak, karena dalam penetapannya tidak ada tanggal dan nomor di dalam putusannya. Sehingga kuat indikasi yang bersangkutan yakin untuk melakukan upaya PK, karena ada koreksi terhadap proses peradilan," bebernya.

Dengan pemaparan yang dijelaskan Tumpak, maka sangat diharapkan agar pengajuan PK yang dilakukan bisa mendapat peradilan sebaik mungkin. Sebab seperti yang diketahui, kalau putusan hukum kepada M Zohan Wahyudi adalah 8 tahun kurungan penjara. Hal itu lanjut dia, jauh lebih tinggi setelah adanya putusan dari pengadilan tingkat II, Pengadilan Tinggi Kaltim.

"Sewaktu di putusan pengadilan tinggi itu, putusan 4 tahun penjara, pas naik ke MA (Kasasi) jadi 8 tahun," tuturnya.

Dengan fakta-fakta yang telah disebutkannya, Tumpak berharap agar MA bisa kembali membuka perkara atau putusan yang dinilai telah merugikan kliennya itu. Dan kembali mempertimbangkan putusan hukum yang lebih adil.

Untuk diketahui, M Zohan Wahyudi merupakan salah satu terpidana kasus dugaan korupsi pengadaan Solar Cell PLTS Home System pada DPM-PTSP Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tahun anggaran 2020.

Pada persidangannya, Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Samarinda memutus perkara korupsi Pengadaan Solar Cell PLTS Home System pada DPM-PTSP Kabupaten Kutim pada Kamis 22 Desember 2022 silam. 

Perkara yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 53,6 miliar, sebagaimana hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu menjerat beberapa nama. Seperti Panji Asmara, Abdullah alias Budi, Herru Sugonggo alias Herru dan M Zohan Wahyudi.

Untuk Terdakwa M Zohan Wahyudi dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun, denda Rp750 Juta Subsidair 4 bulan dan membayar Uang Pengganti sebesar Rp8.958.700.000,- atau pidana penjara selama 2 tahun. (*)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews