Seperti yang diucapkan Pramoedya Ananta Toer, sehebat apapun seseorang jika tidak menulis maka ia akan hilang dari sejarah.
"Dan saya ingin mengajak anak-anak muda, terutama anak pecinta alam yang biasa kita jalan mendaki sekedar jalan dan ceritanya hanya disimpan untuk diceritakan. Kali ini saya ajak untuk dituangkan dalam puisi," ujarnya.
Dalam menyelami tulisan-tulisan yang tertuang pada antalogi puisi "Tanda Rasa Semesta" Bunda Novita tak sendiri. Tepat disebelahnya duduk laki-laki berperawakan kurus dengan topi bundarnya.
Ia Fachri Mahayupa, alumni Teater Yupa Universitas Mulawarman, penulis naskah teater, penulis cerpen, penulis puisi dan sekarang berprofesi sebagai jurnalis.
Penulis puisi berjudul "Ibu makin cantik" ini memaknai pertemuan hangat malam itu sebagai pesta puisi. Kegelisahan dan keresahan pada akhirnya akan menjadi jembatan untuk menangkap fenomena di sekitar yang dituangkan dalam karya tulis.
"Terkadang orang suka puisi kemudian dibuat lah puisi. Tapi pada prinsipnya kata-kata menurut saya adalah unsur sekunder bukan primer. Yang menjadi utama adalah membaca keadaan baik yang batin maupun non batin," tuturnya.