"Selama dua tahun pandemi Covid-19 merebak, kebanyakan laki-laki yang menjadi kepala keluarga terkena PHK dan berpengaruh terhadap pemasukan keluarga. Akhirnya membuat angka kemiskinan jadi meningkat tajam," papar Puji.
Akan hal tersebut, Puji menyarankan agar Pemkot Samarinda perlu mempunyai data terpisah antara jumlah laki-laki dan perempuan.
Data tersebut dapat digunakan untuk mengambil kebijakan yang menyangkut segala aspek kehidupan perempuan.
"Masih ada buruh perempuan dibayar lebih sedikit dibanding laki-laki, karena ada anggapan perempuan kurang terampil. Saya kira ini masih ada, hanya tidak mencuat saja," ungkap Puji.
Selain itu, lanjut Puji, keterlibatan perempuan di parlemen dan lembaga pemerintahan sendiri masih terbilang minim. Belum banyak perempuan yang menduduki posisi strategis seperti misalnya kepala dinas.
"Di DPRD Samarinda sendiri saja hanya ada tujuh orang sebagai dewan. Baru sekitar 11 persen dari tuntutan 30 persen sesuai mekanisme Pemilu," ucap Puji.
"Artinya peran pemerintah perlu terus ditingkatkan untuk memberdayakan perempuan. Kita juga sudah ada Perda nomor 2/2022 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) yang mengatur soal ketimpangan ini," pungkasnya. (Advertorial)