Pertama, ia sampaikan bahwa, pernyataan itu menggambarkan kualitas cara berpikirnya.
"Sama sekali tidak mencerminkan kualitas seorang terpelajar. Mereka yang kerap membangun argumentasi berdasarkan sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) adalah mereka yang berpikir dangkal. Mencitrakan peradaban berdasarkan perbedaan biologis ras manusia, jelas merupakan tindakan rasis," ujarnya.
"Dan itu sangat disayangkan justru keluar dari mulut seorang guru besar sekaligus rektor, yang notabene pihak yang seharusnya berdiri tegak menentang rasisme. Kita selalu menghargai perbedaan pendapat, tetapi tidak ada ruang bagi mereka yang rasis. Sebab pernyataan rasis adalah tanda mereka yang terbelakang, mereka yang justru tidak menghargai peradaban," lanjutnya.
Kedua, disampaikan Castro lagi, yang disayangkan juga adalah pernyataan yang seolah-olah mengasosiasikan mahasiswa yang suka demo sebagai mahasiswa ber-IP rendah, bermasalah, dan bermasa depan suram.
"Ini jelas pernyataan yang tidak pantas dan tendensius, yang terkesan mengerdilkan mahasiswa yang suka demo sebagai manusia rendahan dalam derajat akademik. Pernyataan ini jelas buta dan tuli terhadap makna kebebasan berpendapat," katanya.
Padahal dilanjutkan Castro, dari demonstrasilah, sikap kritis mahasiswa ditempa.
"Dididik menjadi manusia yang memegang teguh prinsip, bukan menjadi manusia pembebek yang hanya pandai menjilat dan mengejar jabatan," katanya. (tim redaksi)