Selanjutnya giliran saksi Ahmad Firdaus yang dimintai keterangan. Bertugas sebagai kasubbid pembangunan dan pengkajian daerah Bappeda Kutim. Ahmad firdaus menjelaskan tugas TAPD meresap Pokir DPRD Kutim hingga akhirnya masuk ke dalam rancangan APBD.
Dari aspirasi DPRD itulah, dirinya kemudian bertugas untuk membuat daftar Pokir. Dalam hal ini dirinya bertugas menyortir tanpa bisa menggangu rancangan yang ada. Dirinya pun tidak mengetahui kontraktor yang akan mengerjakan proyek pokir dari DPRD.
"Dari rancangan yang ada, saya pernah mendapatkan list pokir yang telah di revisi oleh Encek UR Firgasih. Didapat dari Lina (staf Encek), yang khusus mengatur pokir milik Encek. Lina ini menyampaikan ada revisi dari bunda. Dan revisi itu kemudian disampaikan kepada kepala Bappeda Kutim," jelasnya.
Kepada Majelis Hakim, Firdaus mengatakan mengetahui adanya dana aspirasi milik Ismunandar. Hal itu terkait pembangunan masjid, pengadaan mobil ambulan, pembangunan gereja dan semenisasi jalan.
"Tapi saya tidak mengetahui rincian dana aspirasi. Saya hanya mentotal keseluruhan seniali Rp16 Miliar. Dan disampaikan oleh atasan saya (Edward Azran Kepala Bappeda)," jelasnya.
Selain itu, Firdaus mengaku kala itu dirinya diminta untuk memasukan titipan paket anggaran sebesar Rp1 miliar untuk ditahun 2020. Dalam daftar pokir tersebut ada pula paket titipan yang diberikan kepada Edward Azran dan Hendra. Sehingga total keseluruhan paket senilai Rp20 miliar. Paket tersebut dianggarkan lebih kepada proyek di Dinas Pendidikan Kutim.
"Untuk keseluruhan paket anggaran RP20 miliar itu, saya kelola (Susun Daftar) yang kemudian saya berikan kepada saudara Deki," ungkapnya.
Kepada majelis hakim, Edward Azran selaku Kepala Bappeda Kutim menyampaikan kesaksiannya, yang mengaku tidak berdaya menghadapi pokir DPRD. Sehingga semua usulan aspirasi DPRD itu hanya dimasukan kedalam daftar sesuai permintaan.
Terlebih ada omongan, kalau pokir DPRD Kutim tidak boleh diganggu. Hal tersebut disampaikan pula oleh Encek. Atas dasar itulah Edward menganggap bahwa seluruh usulan pokir tersebut harus dipenuhi.
Diketahui total alokasi anggaran penanganan Covid-19 di Kutim sebesar Rp106 miliar.
Jumlah itu merupakan potongan 35 persen dari belanja modal dan barang milik Pemkab Kutim.
"Tapi DPRD (Encek) meminta pokir jangan dipotong. Sehingga anggaran yang ada dipindahkan ke 2021 dengan tidak mengurangi jatah pokir yang sudah ada," pungkasnya.
Usai memintai seluruh keterangan saksi, sidang pun ditutup oleh Agung Sulistiyono dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (5/9/2020).
"Baik, keterangan yang telah disampaikan tidak ada yang disanggah. Dengan demikian sidang kita lanjutkan pada pekan depan. Masih dengan agenda yang sama. Dengan ini sidang ditutup," pungkas Agung sembari mengetuk palu.
Aditya Maharani, Direktur PT Turangga Triditya Perkasa serta Deki Aryanto, Direktur CV Nulaza Karya, didakwa JPU KPK lantaran terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP.
Dengan dakwaan kedua, Deki maupun Maharani didakwa melanggar pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubah Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 65 KUHP. Deki didakwa menyogok Ismunandar dan Encek, melalui Musyaffa serta Anto dengan total uang Rp 8 miliar. (tim redaksi Diksi)