Perkembangan Iga Bakar Sunaryo yang semakin pesat kala itu kembali menyorot perhatian perangkat kecamatan setempat.
“Kemudian saya minta sama kasi (kepala seksi) saya bersama lurah untuk mengecek langsung ke sana (Iga Bakar Sunaryo). Waktu itu Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga ikut. Dan (hasil pantauan) di bawah tandon itu jorok banget karena juga ada pembuangan-pembuangan limbahnya langsung ke parit di depannya,” kata Nurhasanah.
Selain kebersihan, tandon berkapasitas 1.200 liter itu tentunya juga dinilai semakin memperburuk pemandangan ruang tata kota, apalagi lokasi niaga Iga Bakar Sunaryo yang berada di persimpangan jalan protokol.
Sebagai perangkat daerah di tingkat kecamatan, Nurhasanah tentu berkewajiban memberi surat teguran kepada pemiliki warung Iga Bakar Sunaryo yang selama dua tahun beroperasi kerap mengabaikan larangan dan peraturan yang berlaku.
“Begitulah semua kronologisnya. Tapi sekarangkan surat (teguran) kelurahan dan kecamatan di print besar-besar, kemudian dipermasalahkan soal stempel terbaliknya. Kalau itu kan menurut saya manusiawi saja. Itu bukan masalah utamanya. Seharusnya yang jadi masalah itu tempat usahamu di mana, buangan limbahmu ke mana, apalagi sekarang informasinya juga ada permasalahan perpajakannya,” tandas Nurhasanah. (tim redaksi Diksi)