DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang perkara rasuah Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) milik Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kembali dipersidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, pada Senin (1/11/2021) sore.
Persidangan yang memasuki agenda pembacaan pledoi kembali menghadirkan terdakwa Iwan Ratman selaku mantan Direktur Utama PT MGRM sebagai pesakitan.
Sejak kembali dibukanya persidangan perkara nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr ini, Majelis Hakim yang diketuai Hasanuddin didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, meminta terdakwa menyampaikan pembelaannya.
Nota pembelaan 157 lembar milik Iwan Ratman dibacakan secara bergantian oleh tiga kuasa hukumnya. Point didalam pembelaan Iwan Ratman di antaranya, menyatakan bahwa dana PT MGRM sebesar Rp50 miliar yang dialirkan ke PT Petro TNC Internasional itu bukanlah milik negara.
Melainkan dana perusahaan hasil dari pembagian Deviden atau PI. Lalu menyatakan, bahwa rencana maupun pembelian saham PT Petro Indo Tank, guna membangun tangki timbun dan terminal BBM di Samboja telah diketahui oleh komisaris.
Kemudian turut menyatakan bahwa proyek pembangunan tangki timbun dan BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon bukanlah proyek fiktif. Dengan alasan, bahwa rencana pembangunan telah dilaksanakan bahkan ditandai berupa peletakan batu pertama dari Gubernur Kaltim.
Nota pembelaan setebal 157 lembar ini baru selesai dipaparkan di persidangan sekitar pukul 21.15 Wita. Setelah menyampaikan pembelaannya, Kuasa Hukum Iwan Ratman yang ditemui untuk dimintai keterangan media ini memilih enggan berkomentar.
Sementara itu, JPU Zaenurofiq ketika dikonfirmasi menyampaikan tanggapan atas pembelaan Iwan Ratman yang diwakili tiga kuasa hukumnya tersebut. Dikatakannya, apa yang telah dipaparkan dalam pembelaan bertolak belakang dengan fakta di dalam persidangan.
"Sebagaimana dari keterangan saksi komisaris, yang mengatakan bahwa memang telah menandatangani surat persetujuan, terkait rencana bisnis keekonomian dan kelayakan. Kala itu disampaikan, bahwa apabila PT MGRM menginvestasikan dana sekian maka akan dapat keuntungan sekian. Tetapi, hal itu harus ditindaklanjuti lagi didalam RKAP dan mendapatkan persetujuan didalam RUPS," jelasnya.
Rencana pembelian saham PT Petro Indo Tank, diyakini tidak mendapatkan persetujuan dari para komisaris maupun pemegang saham. Lantaran hal tersebut tidak pernah disampaikan terdakwa dalam Rancangan Kerja dannAnggaran Perusahaan (RKAP) maupun diajukan di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Dalam hal ini penasehat hukum dan terdakwa mengambil sepotong-potong. Seolah-olah itu sebagai hal yang dapat dilegalkan oleh terdakwa, bahwa mengeluarkan anggaran Rp50 miliar untuk mengakuisisi saham di PT Petro Indo Tank itu dilegalkan," ungkapnya.
Sedangkan untuk menggunakan anggaran Perusda harus melalui mekanisme didalam RUPS. Seperti yang tertuang didalam PP Nomor 57 Tahun 2017 tentang BUMD. Diantaranya adalah mengenai kewajiban direksi untuk menyusun RKAP.
"Karena pada saat itu tidak ada anggaran. Sedangkan anggaran yang ada dikelola sebesar Rp74 miliar itu, hanyalah cadangan untuk dikelola oleh PT MGRM. Dana ini sisa dari deviden yang telah diserahkan ke Pemkab Kukar dan Pemegang Saham sebelumnya," ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Zaenurofiq, direksi diwajibkan untuk menyusun RKAP.