"Ini tentu menjadi kilas balik bahwa seni itu hadir untuk menyuarakan penderitaan rakyat. Mulai dari krisis kemiskinan, ancaman ruang hidup, kerusakan dan pencemaran lingkungan, apalagi tentang kemakmuran. Itu harusnya diwakilkan pada ruang yang tidak disentuh yakni ruang seni," harap Rupang.
Hadirnya komunitas Mawar Bebas di Kota Tepian ini juga dirasa Rupang menjadi trigger yang sangat dibutuhkan, agar mengasah pikiran kritis para penerus bangsa.
"Akhirnya kita tertolong, mereka (Mawar Bebas) bisa menjadi referensi sebuah prakarsa cerdas dan Kaltim harus bisa. Kita sadar seharusnya seni itu menjadi alat perjuangan tapi banyak sisi yang memunculkan seni bukan sebagai alat perjuangan. Dan ini mengingatkan itu semua kembali," tekannya.
Turut menambahkan, Hendiansyah Hamzah alias Castro yang juga dosen di Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman jika pameran seni rupa seperti ini harusnya mampu mendapat dukungan semua kalangan.
"Kenapa? Karena seni itu merupakan wadah untuk menyampaikan ekspresi, terutama yang berkaitan dengan beragam problem yang tengah dihadapi rakyat. Di antaranya soal korupsi dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak kunjung mampu dituntutaskan oleh negara. Kalau kita melihat karya kawan-kawan Mawar Bebas ini, semua mengandung pesan perlawanan. Mengajarkan kita agar tidak berdiam diri terhadap penindasan dan ketidakadilan. Sebab seni itu tidak berada diruang hampa, tapi memiliki keberpihakan," tutup Castro. (tim redaksi Diksi)