Rabu, 30 Oktober 2024

Mengulas Sedikit Kisah Ritual "Laliq Ugal" Suku Dayak Bahau di Benua Etam

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Sabtu, 21 November 2020 1:24

Potret penari Hudoq menari bersama warga sebagai tanda menuju puncak ritual Laliq Ugal Sabtu (21/11/2020)/Diksi.co

Benar saja, dari kisah Pak Avun lantunan itu menceritakan sejarah perjalanan roh gunung yang sengaja dipanggil. Dalam keyakinan mereka, roh leluhur berada di Lapu Ayaq, yang terletak di Hulu Mahakam.

“Jadi kalau dalam ritual ini ada sejarahnya, dari gunung tempat tinggal mereka disana, mereka turun kesini ketika kita panggil, semacam rumah roh leluhur,” ujar Avun mengisahkan maksud ritual "Yang Alam".

Sebagai masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan alam melalui bercocok tanam. Keberhasilan proses sakral Laliq Ugal dipercaya menentukan tumbuh suburnya tanaman mereka. Secara turun temurun, Laliq Ugal digelar sekali dalam setahun. Saat masa tanam tiba.

Sebelum mengadakan ritual "Yang Alam", jauh hari sebelumnya, ada cara khusus yang dilakukan tetuah ada untuk menentukan kapan waktu memulai ritual Laliq Ugal.

Potret tari Hudoq di puncak acara ritual Laliq Ugal.

Proses menentukan hari dilakukan dengan cara memperhatikan matahari. Cara ini seakan memberi tanda majunya peradaban manusia. Proses ini disebut Nukal.

“Kalau dalam Islam itu dikenal dengan hilal, dalam tahapan Nukal, artinya Laliq Ugal dimulai. Jadi itu awal mula perencanaan untuk Laliq Ugal," runut Avun menjelaskan.

Proses selanjutnya adalah melaksanakan Alakkup Murip yakni proses persiapan peralatan ritual Numbaq yang artinya menombak-nombak tanah di depan rumah yang ada di desa untuk mengusir roh jahat.

Ritual Numbaq ini merupakan ritual sakral yang didengar saja membuat bulu kuduk merinding. Sebab, saat ritual Numbaq dilakukan tak seorang pun boleh melihat, bahkan pemilik rumah sekalipun.

“Jadi kita buat Laliq Ugal itu harus bersih, kita mengusir roh-roh jahat,” kata Avun sambil menghisap sebatang rokok yang ia bakar.

Alasan tidak boleh dilihatnya proses ritual Numbaq, menurut kisah para orang tua suku Dayak Bahau roh-roh jahat memiliki wujud wajah yang tidak nyaman dipandang mata. 

Roh itu bisa saja sekali waktu merasuki tubuh manusia. Bahkan, diyakini jika yang melihat anak-anak akan berdampak sakit.

"Jangan sampai yang mereka lihat itu bukan wujud manusia tetapi roh-roh itu. Dilarang bukan ada sanksinya, tetapi ketika anak-anak ini mereka melihat wujud yang lain dari kita (manusia), itu mereka bisa jatuh sakit, semacam keteguran, makanya anak kecil tidak boleh sama sekali, bahkan rata-rata ketakutan saat melaksanakan itu,” ujar Pak Avun menjelaskan sambil menyeruput kopi hitam miliknya.

Ritual lainnya adalah ritual Nawah. Pada zaman dulu ritual ini dilakukan subuh hari dengan menyalakan api unggun. Api tersebut mengandung makna membakar semangat agar padi dapat tumbuh subur.

Tak terasa, bak mendengar dongeng cerita rakyat, tubuh yang lelah mulai mengalah. Katup mata yang lelah ingin sekali tertutup. Sementara riuh lantunan doa-doa menambah kesan magis suasana malam menjelang pagi itu. Pak Avun pun menyudahi ceritanya. 

Bangun dari tidur singkat, saat arloji digital menunjukkan pukul 10.18 wita dan matahari pun  mulai memberi rasa panas di kulit, saat itu pula warga Desa Tukul nampak sibuk mempersiapkan puncak ritual Laliq Ugal. Di salah satu rumah adat, berkumpul para lelaki dari yang tua, muda hingga anak-anak.

Di belakang rumah, para wanita sibuk memasak. Aneka hidangan disiapkan. Menu babi rica, ayam, bumbu, mihun, dan makanan khas lainnya dimasak dalam jumlah banyak.

Wajar saja, setelah melaksanakan ritual selanjutnya yakni ritual Tabeq Rau, seluruh warga akan berpesta menyantap hidangan yang telah disajikan.

"Nanti kita makan-makan bersama disini, bebas mau makan apa aja," celetuk juru masak wanita berambut pirang yang tidak sempat menyebutkan namanya.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews