Jumat, 22 November 2024

Kesimpulan Praperadilan Dua Mahasiswa Tersangka Aksi Omnibus Law Dibacakan Besok, Kuasa Hukum Tersangka Optimis Menang

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Rabu, 16 Desember 2020 10:58

FOTO : Sidang dua mahasiswa tersangka aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja memasuki babak akhir/Diksi.co

"Intinya kami menanggapi alat bukti yang telah disampaikan oleh pihak termohon kepolisian. Termasuk memberikan kesimpulan atas fakta persidangan, yang kami nilai dari alat bukti yang telah dikemukakan pihak termohon," ungkapnya.

Disebutkannya, bahwa dari sejumlah alat bukti yang telah dibeberkan Termohon Polresta Samarinda di dalam persidangan, tidaklah sempurna. Sehingga, penetapan tersangka yang dilakukan kepolisian terhadap WJ, belum memenuhi bukti permulaan yang cukup. Atau terpenuhinya alat bukti yang sesuai didalam Pasal 184 KUHAP.

Selain itu Indra menyampaikan, dari seluruh alat bukti yang dibeberkan pihak kepolisian di dalam persidangan, ada sejumlah alat bukti yang baru dikumpulkan pihak kepolisian setelah WJ ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, alat bukti tersebut dinyatakan tidak sempurna. 

"Polisi menetapkan tersangka itu ditinggal 6 November. Sedangkan alat bukti dasar penetapan tersangka, berupa hasil visum korban, itu keluarnya di tanggal 12 November. Nah itu kami nilai kualitas alat buktinya tidak cukup kuat, untuk menetapkan tersangka," terangnya.

Terpisah, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku kuasa hukum tersangka FR mengatakan, pada persidangan ini, dia tak jadi menghadirkan saksi ahli. Dan langsung melanjutkan ke persidangan beragendakan kesimpulan.

Sedikitnya, ada tiga poin penting yang ia sampaikan ke Hakim Tunggal didalam berkas kesimpulannya. Untuk point pertama, pemohon menyampaikan, bahwa FR tidak bisa dikategorikan tertangkap tangan. Sebagaimana yang telah dituduhkan pihak termohon Polresta Samarinda. 

"Alasannya, karena kategori kasus FR ini tidak masuk didalam pasal 1 butir 16 KUHAP. FR saat itu sedang tidak melakukan tindak pidana, ataupun dipergoki oleh orang lain. Dan senjata tajam itu tidak dalam kuasa FR," ungkapnya.

Dijelaskannya, saat FR diamankan aparat kepolisian, yang bersangkutan ditemukan sedang tidak melakukan tindak pidana apapun. Contohnya, seperti memegang ataupun mengacungkan senjata tajam pada saat bentrokan terjadi.

"Selain itu, tidak ada juga yang melihat secara pasti, bahwa senjata tajam itu benar-benar miliknya. Karena senjata tajam itu ditemukan sejauh 8 meter, saat FR diamankan kepolisian," terangnya.

Lanjut Bernard, point berikutnya yang disampaikan dalam berkas kesimpulan adalah, terkait dua alat bukti berupa laporan polisi dari keterangan dua saksi. Disebutkan, bahwa dari dua alat bukti yang dibeberkan Termohon didalam persidangan, pelapor hingga saksi di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seluruhnya diisi oleh anggota polisi.

"Nah ini aneh. Padahal di tanggal 5 November itu, dititik kejadian sedang banyak orang di sana. Kenapa tidak mengambil saksi dari masyarakat umum," ucapnya.

"Ini kan janggal. Itu bisa kita lihat, bahwa mengenai ini ada di Pasal 185 ayat 6 KUHAP, yang menyatakan bahwa, saksi itu harus bebas, netral, objektif dan jujur. Dengan dua saksi dari unsur kepolisian, ini kan bisa saja ada kepentingan. Sehingga dinilai tidak objektif dan juga tidak netral. Kenapa harus polisi doang yang jadi saksi. Dan polisi juga yang melakukan pelaporan," sambungnya.

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews